Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU HPP Dinilai Berpotensi Mendisrupsi Pertumbuhan Ekonomi Digital

Kompas.com - 21/09/2022, 19:40 WIB
Elsa Catriana,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indonesia Services Dialogue (ISD) Devi Ariyani mengatakan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) berpotensi mendisrupsi potensi pertumbuhan ekonomi digital.

Khususnya pada Pasal 32A UU HPP yang menyatakan bahwa Menteri Keuangan menunjuk pihak lain untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran dan/atau pelaporan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Setidaknya ada 3 dampak yang akan timbul akibat aturan ini. Pertama platform atau pelaku usaha karena mereka harus siapkan sistem dan melaporkan pajak yang dipungut. Kedua kepada merchant yang ada di platform dan yang ketiga adalah pemerintah," ujarnya dalam bincang-bincang ISD bertajuk Marketplace sebagai Pemungut Pajak (PPN & PPh) di Jakarta, Rabu (21/9/2022).

Baca juga: Ada UU HPP, Pemerintah Patok Rasio Pajak Tahun Depan 9,3-9,5 Persen

Devi menilai, UU HPP khususnya terkait pengenaan pajak bagi platform marketplace tidak dapat diaplikasikan secara terburu-buru. Sebab dijelaskan dia beleid ini dapat menimbulkan permasalahan dalam penerapannya.

"Ini mengubah tatanan saat ini. Marketplace ini juga tidak memiliki visibilitas dari mercant mana yang bisa diterapkan PPN. Mereka juga tidak tahu mana yang sudah PKP (Pengusaha Kena Pajak) dan belum. Dari pemerintah kalau ada kelebihan pembayaran pajak akan jadi seperti apa. Jadi dampaknya perlu diperhatikan," jelas Devi.

Hal ini juga diamini oleh Kepala Peneliti Indonesian Center for Tax Law (ICTL) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Adrianto Dwi Nugroho.

Dia menilai, dimensi dari aturan ini masih prematur karena status dari merchant di marketplace yang rata-rata merupakan pelaku UMKM belum dapat ditentukan apakah termasuk PKP atau bukan.

Baca juga: Babak Baru Perpajakan Indonesia Pasca-Terbitnya UU HPP

"Jadi apakah seller di marketplace ini layak atau tidak dipungut pajak karena kan harus berstatus PKP jika akan dikenai pajak," kata Andrianto.

Selain itu, banyak pelaku UMKM yang bergabung di lebih dari satu marketplace. Hal ini juga akan menimbulkan multitarif dalam pengenaan pajak kepada pelaku UMKM.

"Aturan ini belum siap diterapkan. Perlu pendalaman dan perlu perubahan dalam norma baik dalam PPh atau PPN," jelas dia.

Adrianto juga mengatakan, seharusnya Undang-Undang ini harus disosialisasikan baik secara terstruktur maupun terkait aturan mainnya.

"Ini yang masih belum jelas tekniknya, jadi kita coba melihat bagaimana target pemerintah untuk pajak ini, bisa diterapkan secara efektif dan bagaimana ini bisa menjadi suistainable," pungkasnya.

Baca juga: Poin Penting Perubahan dan Tambahan Aturan Pajak di UU HPP

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Whats New
BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com