Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Dampak Kenaikan Suku Bunga Acuan BI terhadap Masyarakat

Kompas.com - 24/10/2022, 11:40 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate (7DRRR) atau suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen.

Kenaikan suku bunga acuan BI ini merupakan yang ketiga kalinya selama 2022. Sebelumnya pada Agustus dan September lalu BI telah menaikkan suku bunga acuan masing-masing sebesar 25 bps dan 50 bps.

Padahal sejak Maret 2021 BI telah menahan suku bunga acuannya di level 3,50 persen, setelah selama pandemi Covid-19 BI terus menurunkan suku bunga acuannya.

Baca juga: Suku Bunga Acuan BI Naik, Ini Sektor yang Akan Terdampak

Kebijakan moneter BI yang mengetat ini tentu akan berdampak pada banyak sektor perekonomian. Untuk itu, Kompas.com akan merangkum dampak kenaikan suku bunga acuan ini dari para ekonom dan analis, berikut rangkumannya.

1. Nilai tukar rupiah menguat

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan suku bunga dapat memperkuat ketahanan kurs rupiah terhadap penguatan dollar AS.

"Dampak dari naiknya bunga acuan di satu sisi bisa perkuat ketahanan kurs rupiah karena fenomena super dollar AS terus berlanjut," ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (20/10/2022).

Pasalnya, BI mencatat sejak 1 Januari hingga 19 Oktober 2022 (year to date) nilai tukar rupiah telah terdepresiasi sebesar 8,03 persen dibandingkan dengan level akhir 2021. depresiasi tersebut disebabkan oleh sangat kuatnya dollar AS.

Indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) tembus rekor tertinggi 114,76 pada 28 September 2022 dan tercatat 112,98 pada 19 Oktober 2022 atau mengalami penguatan sebesar 18,1 persen (ytd) selama 2022.

Sebelum BI menaikkan suku bunga acuan, Analis Sinarmas Futures Ariston Tjendra mengatakan, peluang nilai tukar rupiah yang melemah hingga Rp 16.000 per dollar AS masih terbuka lantaran faktor yang membuat rupiah melemah masih akan berlanjut.

"Untuk ke Rp 16.000, saya tidak bisa memprediksinya. Tapi peluang ke arah sana masih terbuka karena faktor-faktor penekan rupiah tersebut belum hilang dan kemungkinan masih ada di bulan-bulan mendatang," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/10/2022).

Dia menjelaskan, faktor eksternal penekan rupiah berupa kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS The Fed yang diperkirakan masih akan terjadi hingga akhir 2022 bahkan awal 2023.

Keagresifan The Fed menaikkan suku bunga acuan di tahun ini membuat selisih suku bunga acuan Bank Indonesia (AS) dan AS semakin tipis. Pasalnya, BI baru dua kali menaikkan suku bunga acuan dengan total 75 bps sepanjang 2022 menjadi 4,25 persen.

Ariston mengatakan, selisih suku bunga acuan yang semakin tipis ini tidak menguntungkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Inilah yang menjadi salah satu faktor penekan rupiah ke depannya.

Untuk itu kenaikan suku bunga acuan ini perlu dilakukan BI sebagai salah satu upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah agar tidak semakin melemah.

2. Bunga deposito dan kredit naik

Selain ke nilai tukar kenaikan suku bunga acuan BI juga berdampak ke setor perbankan. Sebab, suku bunga acuan ini menjadi salah satu acuan perbankan dalam menentukan besaran bunga deposito dan kredit perumahan, kendaraan, maupun jenis kredit lainnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com