Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upah Minimum 2023 Naik di Tengah Bayang-bayang Badai PHK akibat Resesi

Kompas.com - 09/11/2022, 06:40 WIB
Ade Miranti Karunia,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ancaman resesi global membuat seluruh dunia ketar-ketir serta waspada, termasuk Indonesia. Dampaknya resesi tentu merembet ke ekonomi.

Para pengusaha di Tanah Air pun telah mengungkapkan, turunnya permintaan akan produksi barang mereka dari negara luar, terutama pasaran ke Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS).

Curhatan pengusaha tersebut diungkapkan Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit saat melakukan rapat kerja (raker) dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (8/11/2022).

"Efeknya langsung itu adalah kami di persepatuan, di tekstil, itu di persepatuan order menurun 50 persen rata-rata Bu. Ada yang 70 persen, ada yang kurang dari itu, tergantung pasarnya di mana," katanya dalam raker tersebut.

Baca juga: Cegah PHK, Menaker: Kurangi Upah dan Fasilitas Pekerja Tingkat Direktur serta Manajer

"Kalau pasarnya Amerika dan Uni Eropa itu yang drastis menurun tetapi pasar Asia masih bagus. Bukan hanya sepatu dan TPT, ternyata karet pun itu mengalami penurunan 40 persen kurang lebih. Ini akan efek lebih berat lagi karena menyangkut karet rakyat," sambung Anton.

Dengan permintaan produksi yang menurun, tentu saja efek negatif berikutnya adalah perusahaan bakal membuat keputusan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau merumahkan pekerja/buruhnya.

500.000 Karyawan Terancam Di-PHK

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid menyebutkan, 500.000 karyawan terancam dirumahkan atau terpaksa mengalami PHK. Hal itu akibat tertekannya keuangan perusahaan oleh tekanan ekonomi global.

Oleh karena itu, ia berharap pemerintah dapat terus memberikan dukungan bagi dunia usaha dan sektor industri lewat insentif. "Salah satunya melalui pemberian insentif fiskal dan nonfiskal ke industri-industri yang merupakan motor penggerak perekonomian Indonesia," ujarnya.

Gelombang PHK telah terjadi di berbagai wilayah akibat tekanan ekonomi global. Di Jawa Barat misalnya, setidaknya 18 pabrik garmen terpaksa tutup sehingga para pekerjanya kehilangan pekerjaan.

Kadin pun juga mengungkapkan, industri dan produk tekstil kini tengah anjlok kinerjanya akibat menurunnya permintaan ekspor akibat perlambatan ekonomi, kenaikan inflasi, dan tekanan pasar lokal.

Sektor padat karya lainnya yang menunjukkan penurunan kinerja secara signifikan adalah industri hasil tembakau. Profitabilitas perusahaan rokok terus mengalami penurunan akibat beban cukai yang terlalu tinggi di saat situasi ekonomi yang tidak pasti.

Sejumlah perusahaan rokok besar yang biasanya meraih cuan kini terpaksa mengalami penurunan laba bersih yang signifikan. Dengan tekanan yang sangat tinggi di sektor ini, Kadin menyebut sebanyak 500.000 karyawan terancam dirumahkan atau terpaksa mengalami PHK.

Upaya Cegah PHK

Meski bakal ada 500.000 pekerja dirumahkan atau ter-PHK, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengingatkan kepada para pengusaha agar keputusan PHK menjadi pilihan terakhir dalam situasi sulit.

Peringatan Kemenaker mendorong alternatif pencegahan PHK diatur dalam Surat Edaran Menaker Nomor SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal.

Namun sebelum membuat keputusan tersebut, pemberi kerja harus melakukan berbagai upaya mencegah PHK terlebih dahulu. Salah satunya mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com