PANDEMI Covid-19 telah memberikan pukulan berat terhadap kinerja perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi di banyak negara turun signifikan pada triwulan kedua tahun 2020, dan baru berhasil pulih secara bertahap pada triwulan ketiga pada tahun yang sama.
Pada periode tersebut, banyak negara yang mencatatkan pertumbuhan positif meskipun belum kembali normal sebagaimana era pre Covid-19.
Banyak analis memperkirakan bahwa pemulihan global akibat pandemi diperkirakan akan terus berlanjut sampai tahun 2023.
Namun ironisnya, selang dua tahun perekonomian dunia mulai tumbuh dengan dorongan kebijakan akomodatif serta upaya vaksinasi global, datanglah ketegangan geopolitik berupa agresi militer Rusia terhadap Ukraina pada awal 2022.
Perang dua negara tersebut membawa konsekuensi terhadap disrupsi pasar komoditas serta perubahan peta rantai pasok pangan dan energi global.
Konflik Rusia-Ukraina telah berdampak pada berkurangnya pasokan bahan makanan dan energi di benua Amerika dan Eropa sehingga memicu naiknya inflasi.
Tren inflasi tinggi di negara maju telah direspons dengan pengetatan kebijakan moneter yang aggressive, misalnya di Amerika, Fed Funds Rate telah dinaikkan 75 basis poin sebanyak empat kali berurutan tahun 2022.
Begitu pula dengan European Central Bank yang turut menaikan suku bunga acuan dua kali sebesar 75 basis poin.
Normalisasi kebijakan moneter yang cepat di negara maju juga diikuti oleh banyak bank sentral di berbagai negara.
Perlu diwaspadai kenaikkan suku bunga acuan terus menerus perlu diimbangi dengan bauran kebijakan yang akomodatif terhadap pertumbuhan untuk mengantisipasi risiko resesi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.