NUSA DUA, KOMPAS.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, industri hulu minyak dan gas bumi (migas) menghadapi tantangan besar seiring dengan transformasi global menuju transisi energi bersih untuk mengurangi emisi CO2.
Dalam acara "3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas" di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali, Rabu (23/11/2022) Arifin mengatakan, untuk mendorong transisi energi dan menggunakan sumber daya yang lebih hijau membuat lembaga pendanaan dunia berhenti untuk membiayai proyek eksplorasi dan eksploitasi migas baru.
“Lembaga pendanaan dunia memilih untuk mendanai proyek energi baru dan terbarukan (EBT). Sehingga, perusahaan migas diharapkan bisa melakukan diversifikasi operasi dengan berinvestasi di bidang non inti, terutama di bidang energi yang lebih hijau,” kata Arifin dalam siaran pers.
Baca juga: Masa Transisi ke EBT, Migas Masih Berperan Penting Jaga Ketahanan Energi RI
Berdasarkan laporan Emission Gap oleh United Nations Environment Programme (UNEP), emisi total pada tahun 2021 sebesar 52,8 Giga Ton CO2, dengan emisi energi fosil, termasuk migas menyumbang 37,9 Giga Ton CO2 atau hampir 72 persen.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa Indonesia telah menetapkan target Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat. Dalam proses transisi energi tersebut, peran sektor migas memegang peranan yang sangat penting.
"Sektor gas akan menjembatani untuk transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Tentunya, transisi energi ini akan dilakukan dalam beberapa tahapan dengan mempertimbangkan daya saing, biaya, ketersediaan, dan keberlanjutan," lanjut dia.
Baca juga: EITI: Tantangan Besar Transisi Energi di RI, Apakah EBT Hasilkan Pendapatan Sama dengan Migas?
Arifin mengatakan, permintaan migas tetap tumbuh terutama di wilayah berkembang seperti India, Afrika dan Asia, dimana pertumbuhan ekonomi, industrialisasi dan kendaraan akan melonjak secara signifikan.
Mengacu pada 2022 OPEC World Oil Outlook 2045, permintaan minyak sebagai bahan bakar diproyeksikan meningkat dari 88 mboepd pada 2021 menjadi 101 mboepd pada 2045, sementara porsi dalam bauran energi menurun dari 31 persen menjadi di bawah 29 persen.
Untuk menarik minat investasi hulu migas di Indonesia, Arifin mengungkapkan pemerintah telah melakukan beberapa terobosan kebijakan, melalui fleksibilitas kontrak (PSC Cost Recovery atau PSC Gross Split), perbaikan term & condition pada bid round, insentif fiskal/non-fiskal, pengajuan izin online dan penyesuaian regulasi untuk yang tidak konvensional.
"Kami akan merevisi peraturan migas dengan ketentuan seperti perbaikan termin fiskal, kemudahan berusaha, dan kepastian kontrak, serta membuka dialog bersama operator dan investor untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kompetitif," tutup Arifin.
Baca juga: Menteri ESDM: Indonesia Butuh Investasi Rp 750 Triliun Garap Pembangkit EBT 22 GW
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.