Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat DPR Merasa Tidak Dilibatkan dalam Kebijakan Kenaikan Cukai Rokok...

Kompas.com - 13/12/2022, 11:18 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

Pada kesempatan itu, Sri Mulyani sempat menjelaskan, kenaikan cukai rokok dilakukan untuk mengendalikan konsumsi. Terutama untuk menangani prevalensi perokok usia 10-18 tahun, yang di dalam RPJMN ditargetkan harus turun ke 8,7 persen pada tahun 2024.

Baca juga: Tak Setuju Kenaikan Cukai Rokok 10 Persen, Petani Tembakau Usul 5 Persen

Selain itu, kenaikan cukai dilakukan dengan pertimbangan konsumsi rokok merupakan salah satu konsumsi terbesar dari rumah tangga miskin, yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat pedesaan.

Rumah tangga miskin rata-rata mengeluarkan Rp 246.382 per bulan untuk rokok. Padahal uang itu dapat digunakan untuk membeli tahu dan tempe untuk sehingga meningkatkan gizi rumah tangga miskin.

"Dengan adanya cukai sebagai instrumen fiskal untuk mengendalikan konsumsi, memang diharapkan penerapan cukai akan meningkatkan harga, yang kemudian bisa mengurangi pravelensi," ujar Sri Mulyani.

Baca juga: Perusahaan Berlomba Produksi Rokok Murah, Hindari Tarif Cukai yang Tinggi

Di sisi lain, pemerintah juga menaikkan tarif cukai rokok lebih dari setahun atau multiyears, padahal biasanya kenaikan cukai rokok dilakukan setahun sekali. Ia bilang, kebijakan ini untuk memberikan kepastian bagi industri hasil tembakau.

"Multiyears ini memang aspirasinya untuk memberi kepastian, karena memang kalau setiap tahun seperti ini akan drama terus. Jadinya, ada keinginan untuk ada semacam multiyears, kepastian," ungkapnya.

Secara khusus, untuk rokok elektrik dan HPTL yang kenaikan cukainya berlaku lima tahun ke depan, Sri Mulyani menjelaskan ada sejumlah pertimbangan. Ia menyebut, konten lokal dari kedua jenis produk hasil tembakau penitu sangat kecil, di sisi lain efeknya terhadap kesehatan sangat dominan.

Baca juga: Benarkah Kenaikan Tarif Cukai Rokok Bisa Bikin Orang Berhenti Merokok?

"Jadi takut penetrasi ke bawah. Ini adalah masalah melindungi anak-anak karena penetrasi itu dengan flavour (varian rasa) yang macam-macam, ini akan masuk. Sementara dari sisi local content, dari sisi segala macam itu enggak ada sama sekali. Makanya jadi concern-nya kesehatan," papar Sri Mulyani.

Oleh karena itu, dalam rapat kabinet, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetujui usulan jajarannya dan memutuskan untuk menaikkan cukai rokok elektrik serat HPTL langsung untuk lima tahun ke depan.

Pada kesempatan itu, Dolfie sempat meminta kebijakan kenaikan tarif cukai rokok elektrik dan HPTL tersebut menjadi hanya dua tahun saja. Pertimbangannya, menyesuaikan dengan masa pemerintahan Jokowi yang akan berakhir pada 2024.

Baca juga: Serikat Pekerja Rokok Sayangkan Cukai Tembakau Naik 10 Persen hingga 2024

"Mungkin yang terkait cukai rokok elektrik dan HPTL ini kan mintanya sampai lima tahun ke depan, kita batasi sesuai usia pemerintahan aja, Bu, dua tahun," pintanya.

Sri Mulyani pun menyambut usulan itu, meski sempat melakukan nego untuk tetap bisa lebih dari dua tahun.

"Baik, enggak ada masalah kalau gitu," katanya.

"Kalau kita cari di tengahnya gimana, Pak?," sambung Sri Mulyani.

Namun Dolfie menekankan agar kenaikan cukai rokok elektrik dan HPTL disesuaikan dengan sisa jabatan pemerintahan Jokowi yang tinggal dua tahun lagi. Pada akhirnya, Sri Mulyani menyetujui untuk mempertimbangkan usulan itu.

Baca juga: Bea Cukai Mataram Musnahkan Ponsel hingga Rokok Ilegal Senilai Ratusan Juta Rupiah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com