Konflik akibat perkebunan sebanyak 122 letusan konflik, kehutanan (41), pembangunan infrastruktur (30), properti (20), tambang (12), fasilitas militer (11), pesisir (3), agribisnis (2).
Apakah reformasi agraria yang ada, memberikan solusi akan hal tersebut? Perlu dibenahi kembali reformasi agraria agar menguntungkan rakyat.
Bank Dunia dalam laporannya berjudul Global Economic Prospects, edisi Juni 2022 lalu, menyatakan gambaran betapa rumitnya pilihan situasi.
Menurut Bank Dunia, kalaupun terhindar dari resesi, tampaknya perekonomian global tak bisa terlepas dari stagflasi.
Kecuali, terjadi perombakan besar dari sisi penawaran ekonomi melalui restorasi mata rantai pasok dan logistik global.
Dari alur daya tahan, posisi petani semakin rumit. Mereka tidak didukung karena minimnya lahan produksi, kaderisasi teknis, dan manajemen pasar.
Pembukaan lahan food estate di Temanggung oleh Presiden Jokowi akan lebih maksimal jika ceruk terdalam problematika di atas diselesaikan.
Bayangkan bahwa ada sekitar 33 juta petani, hanya sekitar 25 persen yang berusia kurang dari 40 tahun (tahun 2020).
Fakta lain bahwa itu tren Garis Kemiskinan (GK) terus mengalami kenaikan dari Rp 486.168 (September 2021) menjadi Rp 505.469 per kapita per bulan (Maret 2022).
Dengan rata-rata 4,74 orang anggota rumah tangga. Artinya GK per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar Rp 2.395.923/rumah tangga miskin/bulan.
Terlebih lagi yang perlu diperhatikan pemerintah 52,94 persen penduduk miskin berada di pulau Jawa atau sekitar 13,85 juta orang. Rata-rata dari tren itu menerpa banyak masyarakat petani desa.
Petani harus dipastikan mendapatkan dampak kebijakan seperti menjaga daya beli. Pemerintah memang menempuh kebijakan fiskal ekspansif di awal pandemi, yaitu meningkatkan belanja negara melalui bantuan sosial, peningkatan subsidi, dan mengurangi pendapatan perpajakan.
Ini terbukti mampu meningkatkan konsumsi rumah tangga sehingga tumbuh 5,51 persen selama kuartal II 2022. Menghadapi tantangan baru, konsumsi rumah tangga tetap strategis.
Kekawatiran akan kurangnya daya persaingan Indonesia dalam ekspor produk dapat diamankan jika melihat peluang daya kembang yang ditimbulkan dari hasil pertanian desa.
Lagi pula, produk ekspor bisa menarik hasil pertanian desa dan bersimbiosis pada pengendalian pangan di masa yang akan datang.