JAKARTA, KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit akibat Covid-19 hingga 31 Maret 2024 mendatang. Hal ini disebut sebagai upaya menjaga stabilitas industri perbankan.
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anung Herlianto mengatakan, jika kebijakan restrukturisasi terlalu cepat dihentikan dapat berdampak menghambat pemulihan ekonomi pascapandemi.
"Kalau restrukturisasi kredit terlalu cepat dihentikan, itu akan menimbulkan cliff effect atau shock (kejut) pada industri perbankan, potensi kredit crunch, dan juga menghambat pemulihan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi," ujarnya dalam webinar 'Urgensi Perpanjangan Kebijakan Restrukturisasi Kredit', Kamis (19/1/2023).
Baca juga: Restrukturisasi Kredit Diperpanjang, Perbankan dan Pemerintah Perlu Waspadai Debitur Nakal
Seperti diketahui, OJK menerbitkan Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor 34/KDK.03/2022 pada 25 November 2022 lalu, yang akan memperpanjang stimulus terkait restrukturisasi kredit akibat Covid-19 saat berakhir pada Maret 2023, yang kembali dilanjutkan hingga Maret 2024 namun dengan segmen dan daerah tertentu.
Segmen yang mendapat restrukturisasi kredit hingga Maret 2024 yakni sektor penyediaan akomodasi, makanan dan minuman, tekstil dan alas kaki, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta Provinsi Bali.
Baca juga: Restrukturisasi Kredit Diperpanjang hingga 2024
Anung menuturkan, restrukturisasi kredit untuk sektor dan daerah tertentu diperpanjang dengan mempertimbangkan berbagai kondisi, mulai dari masih memanasnya geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang menyebabkan kenaikan harga komoditas.
Selain itu, turut mempertimbangkan kondisi perang dagang yang terjadi di pasar global sehingga menggangu rantai pasok dan berdampak pada kenaikan harga pangan. Kondisi semakin mahalnya harga komoditas dan pangan itu membuat inflasi melonjak di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Baca juga: OJK Mau Memperpanjang Restrukturisasi Kredit Covid-19 untuk Kelompok Tertentu, Apa Saja?
Maka perpanjangan restrukturisasi kredit tersebut, turut mempertimbangkan pemulihan ekonomi nasional setelah tertekan pandemi dalam beberapa tahun terakhir. Namun, ia memastikan, kebijakan ini tak bisa dilakukan terus-menerus karena bisa berdampak buruk pada perekonomian.
"Tidak juga bisa memperpanjang kebijakan relaksasi kredit sampai terlalu lama karena akan menimbulkan moral hazard, budaya tidak membayar, budaya mengemplang, dan budaya membayar seenaknya oleh kreditur,” kata Anung.
"Itu akan menimbulkan risiko sistemik juga suatu saat nanti. Sebab laporan keuangan perbankan juga jadi tidak menggambarkan kondisi sebenarnya karena diampu restrukturisasi," ucapnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.