Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Antara Emisi, Pajak, dan Transaksi Karbon

Kompas.com - 02/02/2023, 09:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dengan posisi dan peran Indonesia yang begitu strategis dalam pengendalian krisis iklim global, wajar apabila potensi ekonomi karbon dimanfaatkan untuk pembangunan ekonomi hijau Indonesia melalui pajak karbon dan perdagangan karbon.

Pajak karbon

Untuk pertama kali, emisi karbon dianggap berdampak negatif bagi lingkungan hidup karena itu perlu dikenai pajak.

Dalam UU Nomor 7/2021, pajak karbon disejajarkan dengan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPn), dan cukai.

Subjek pajak karbon, yaitu orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.

Pajak karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu dan ditentukan pada saat, a) pembelian barang yang mengandung karbon; b) pada akhir periode tahun kalender dari aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu; atau c) saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga di pasar karbon per kilogram setara karbon dioksida.

Dalam penjelasan pasal 13 ayat 3 UU Nomor 7/2021, disebutkan bahwa tahun 2022-2024 mekanisme pajak berdasarkan pada batas emisi (cap and trade) untuk sektor pembangkit listrik terbatas pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.

Sedangkan tahun 2025 dan seterusnya, pajak karbon mengikuti implementasi perdagangan karbon.

Bahana Sekuritas memperkirakan pendapatan pajak yang dihasilkan dapat mencapai Rp 26 triliun hingga Rp 53 triliun atau 0,2 persen hingga 0,3 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dengan asumsi tarif pajak sekitar 5 - 10 dollar AS per ton CO2 yang mencakup 60 persen emisi energi.

Potensi pajak karbon yang begitu besar dapat digunakan untuk pendanaan pengendalian krisis iklim kedepan, khususnya penanganan deforestasi melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) yang membutuhkan anggaran sangat besar.

Sayangnya, pemerintah menunda penerapan pajak karbon dua kali. Tadinya, pajak karbon akan berlaku 1 April 2022. Lalu diundur menjadi 1 Juli 2022.

Invasi Rusia ke Ukraina menjadi dalih bagi pemerintah menunda penerapan pajak karbon entah sampai kapan.

Perang Rusia-Ukraina membuat ekonomi jadi tak menentu karena pasokan energi dan pangan terganggu. Banyak aspek yang harus dikaji dalam penerapan pajak karbon.

Banyak kementerian atau lembaga yang terkait dengan aturan baru ini. Kementerian Keuangan akan memungut pajak, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akan menetapkan batas emisi sektor energi.

Lalu ada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang mengatur perdagangan karbonnya. Implikasi paling serius dari penundaan pajak karbon adalah kemungkinan tidak tercapainya target penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia.

Pada dokumen nationally determined contribution (NDC) Indonesia akan menurunkan emisi sebesar 29 persen pada 2030. Sektor kehutanan akan menurunkan emisi paling besar, yakni 17,2 persen.

Transaksi karbon

Perdagangan karbon merupakan salah satu instrumen menurunkan emisi gas rumah kaca penyebab krisis iklim.

Regulasi yang mengatur perdagangan atau transaksi karbon adalah Peraturan Presiden (Perpres) no. 98/2021 yang mengatur soal mekanisme perdagangan karbon dan Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) no. 21/2022 soal aturan teknis perdagangan karbon.

Dalam Peraturan 21/2022, emisi yang diperdagangkan adalah emisi gas rumah kaca yang dihitung dengan pengukuran yang disepakati.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Whats New
Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Whats New
IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

Whats New
Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com