Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cadangan Bijih Nikel RI Diasumsikan hanya untuk 13 Tahun, Pemerintah Perlu Jaga Kestabilan Produksi Nikel

Kompas.com - 14/02/2023, 14:00 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia berkomitmen untuk membangun ekosistem kendaraan listrik (electric vehicle/EV) sebagai bentuk kebijakan transisi energi dunia.

Implementasi dari komitmen untuk mendukung ekosistem EV semakin nyata ketika Presiden Jokowi secara terbuka meminta Tesla untuk membangun fasilitas produksinya di Indonesia, mengingat cadangan nikel yang merupakan komponen utama EV, jumlahnya melimpah di Indonesia.

Rizal Kasli, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) mengatakan, di awal 2023 perdebatan tentang memperpanjang umur tambang nikel mengemuka karena agresivitas para penambang nikel dalam menambang komoditas nikel dinilai mempercepat habisnya cadangan nikel dan kerusakan lingkungan.

Baca juga: Vale Bangun Proyek Smelter Nikel dengan Kapasitas Produksi 73.000 Ton per Tahun di Morowali

Permintaan nikel dunia terus tumbuh

Wood Mackenzie dalam laporannya menyatakan permintaan nikel setengah jadi (refined nickel) akan tumbuh dari sekitar 3 juta metrik ton pada tahun 2022 menjadi sekitar 5,8 juta metrik pada tahun 2040 yang didorong oleh permintaan baterai kendaraan listrik.

Indonesia yang memiliki 23,7 persen dari keseluruhan cadangan nikel dunia, berdasarkan perhitungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat peningkatan kapasitas peningkatan produksi nikel sebanyak rata-rata 2 persen dari tahun 2018 hingga 2021.

"Ini berarti setiap tahun ada kenaikan 2 juta ton produksi nikel tambahan," kata Rizal dalam siaran pers, Senin (14/2/2023).

Baca juga: Proyek Smelter Nikel Morowali Senilai Rp 37,5 Triliun Ditargetkan Rampung 2025

Target produksi nikel RI vs cadangan nikel jangka panjang

Pemerintah juga menargetkan dalam lima tahun ke depan produksi nikel bisa terus meningkat seiring dengan melimpahnya cadangan nikel Indonesia sebagai upaya mendukung ekosistem EV.

Pada aspek pengolahan, saat ini diperkirakan terdapat 45 smelter nikel di Indonesia. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mencatat hingga tahun 2025, Indonesia akan memiliki 136 smelter nikel.

Peningkatan jumlah produksi nikel yang dibarengi dengan kapasitas smelter yang meningkat pesat telah memantik perdebatan bahwa Pemerintah Indonesia sudah seharusnya memikirkan tentang bagaimana membuat komoditas nikel tetap terjaga cadangannya dalam jangka panjang, menstabilkan harga di pasaran, dan menjaga lingkungan.

“Sudah seharusnya pemerintah melakukan kajian tentang kebijakan pertambangan nikel, termasuk menghitung neraca sumber daya dan cadangan untuk keberlangsungan komoditas nikel dalam jangka panjang, kerugian secara aset dan lingkungan sebagai akibat dari agresivitas pertambangan nikel,” ungkap Rizal.

Baca juga: Ada Kericuhan di Perusahaan Smelter Nikel PT GNI, Menaker Langsung Turunkan Tim Investigasi

 

Asumsi cadangan bijih nikel hanya untuk 13 tahun

Rizal menambahkan, pengerukan nikel yang terlalu agresif dan tanpa memperhitungkan keberlanjutan sumber daya tidak terbarukan ini tidak hanya akan merusak lingkungan, namun juga dapat berarti bahwa sumber daya nikel ini akan habis terlalu cepat, dan tidak akan lagi tersedia untuk generasi-generasi berikutnya.

Saat ini diketahui umur cadangan bijih nikel di Indonesia hanya bisa mencapai 13 tahun dengan mengambil asumsi bahwa cadangan setiap tahun kapasitas smelter yang berteknologi pirometalurgi yang mengolah bijih nikel kadar tinggi (saprolite) hingga 100 juta ton per tahun.

Dengan teknologi hidrometalurgi umur cadangan bijih nikel diperkirakan sekitar 60 tahun dengan asumsi jumlah cadangan 3,6 miliar ton dan tingkat produksi bijih nikel kadar rendah sebanyak 60 juta ton per tahun.

Jika pemain nikel semakin agresif untuk melakukan produksi, efek yang pasti terjadi adalah cadangan nikel akan habis dalam waktu yang lebih cepat dan efek ke lingkungan yang merusak.

Rizal menilai, penting bagi Pemerintah Indonesia untuk mengetatkan aktivitas pertambangan dan pengolahan nikel sebelum dampak kerusakan alam menjadi tidak terkendali. Dari kajian ilmiah ini diprediksi bahwa dampak yang lebih parah, seperti permasalahan sanitasi, banjir, dan polusi laut, bisa saja terjadi jika aktivitas proses produksi nikel tidak dilakukan dengan amat berhati-hati dan mengedepankan keberlanjutan.

“Moratorium pembangunan smelter dengan teknologi pirometalurgi sudah saatnya dilakukan dengan tidak mengizinkan pembangunan smelter baru mengingat cadangannya yang sudah terbatas. Indonesia perlu melakukan kegiatan eksplorasi yang massif untuk dapat meningkatkan sumber daya dan cadangan nikel dari yang ada saat ini baik dengan membuka wilayah kerja baru atau mengkonversi sumber daya menjadi cadangan," tutup Rizal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com