Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Pegawai Pamer Gaya Hidup Mewah, Jadi Momentum Perbaikan Kemenkeu

Kompas.com - 03/03/2023, 13:11 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menjadi sorotan publik lantaran beberapa pegawainya nampak suka memamerkan gaya hidup mewah. Kondisi ini pun mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap Kemenkeu.

Seruan untuk tidak mematuhi kewajiban membayar pajak dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan banyak dilontarkan warganet. Hal ini tentu perlu direspons Kemenkeu untuk memulihkan citranya sebagai pengelola keuangan negara.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai ada beberapa permasalahan terkait pengawasan di internal Kemenkeu yang perlu dilakukan perbaikan. Pertama, pengawasan internal Kemenkeu dinilai lemah, sehingga kurang pro aktif melakukan penelusuran terhadap kejanggalan kenaikan harta pegawainya.

Baca juga: Gaya Hidup Mewah PNS Kemenkeu Sangat Dibenci Sri Mulyani

Seperti dalam kasus Rafael Alun Trisambodo (RAT), pegawai Ditjen Pajak yang memiliki harta jumbo Rp 56,1 miliar menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) per 31 Desember 2021.

Rafael sempat mengalami kenaikan harta yang signifikan mencapai Rp 17,86 miliar, hanya dalam kurun waktu kurang dari tiga tahun. Pada 25 Januari 2013, harta Rafael dilaporkan sebesar Rp 21,45 miliar, lalu melonjak menjadi sebesar Rp 39,34 miliar per 12 Oktober 2015.

Selain itu, terjadi pula kenaikan harta yang signifikan sepanjang 2019-2020. Dalam kurun waktu setahun harta Rafael bertambah Rp 11,35 miliar, dari sebesar Rp 44,27 miliar per 31 Desember 2019 menjadi Rp 55,65 miliar per 31 Desember 2020.

"Harusnya pro aktif untuk audit, kerja sama dengan PPATK (Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) menelusuri aliran uang," ucap Bhima kepada Kompas.com, dikutip Jumat (3/3/2023).

Kedua, sistem whistleblower Kemenkeu dinilai tidak bekerja dengan baik. Whistleblower adalah pelapor atau pengungkap fakta yang tidak terlibat dalam kejahatan yang dia laporkan (bukan termasuk pelaku).

Kemenkeu sendiri sudah memiliki sistem pengaduan tersebut yang disebut Whistleblowing System Kementerian Keuangan (WiSe). Pengaduan bisa dilakukan melalui nomor hotline 134 atau situs www.wise.kemenkeu.go.id.

Bhima bilang, sistem ini bagus karena sesama pegawai bisa melaporkan jika ada kecurigaan terkait harta, suap, dan sebagainya. Namun, ia menilai, sistem ini perlu didorong agar pegawai berani mengadukan kecurigaan di sekitarnya.

"Ini perlu didorong, agar ada keberanian dari pegawai untuk bicara asal buktinya kuat," katanya.

Ketiga, Bhima menilai, perlunya dilakukan evaluasi terhadap rangkap jabatan para pejabat Kemenkeu. Ia bilang, pejabat yang aktif menjadi komisaris atau memiliki bisnis sarat dengan konflik kepentingan.

"Selama ini seolah pemerintah membiarkan pejabat jadi komisaris aktif baik di BUMN maupun perusahaan swasta. Padahal itu menjadi awal masuknya uang yang tidak wajar," ungkap dia.

Menurut dia, kasus yang menyoroti kekayaan dan gaya hidup pegawai Kemenkeu, khususnya Ditjen Pajak, beberapa waktu belakangan ini, berpotensi menurunkan rasio perpajakan (tax ratio).

Lantaran kasus ini muncul di tengah momentum pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan upaya pemerinah menggenjot rasio pajak agar tidak jatuh di bawah 10 persen. Adapun pada 2022, rasio perpajakan Indonesia tercatat 10,4 persen.

Dia mengatakan, ketika rasio perpajakan turun, akan butuh waktu yang lama untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat. Oleh sebab itu, pemerintah perlu mengambil langkah tegas dalam kasus ini, yakni dengan usut tuntas aliran dana dan aset pejabat yang tidak dilaporkan di LHKPN.

"Jadikan kasus ini menjadi pembelajaran pentingnya transparansi dan etika dari pejabat negara," ucap Bhima.

Baca juga: Anak Buah Pamer Moge, Sri Mulyani: Kalau Mau Rileks, Jalan Kaki sama Saya Muter Senayan

Terpisah, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah

menilai, di tengah persoalan yang saat ini menyoroti Kemenkeu, khususnya Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai, kedua institusi ini tetap perlu dijaga.

Lantaran, keduanya merupakan pilar penting penopang pendanaan penyelenggaraan negara dan pembangunan nasional. Sebagai gambaran, rata-rata setiap tahunnya, penerimaan pajak dan bea cukai menyumbang lebih dari 70 persen terhadap total pendapatan negara.

Oleh sebab itu, ia berharap, publik tetap proporsional dan objektif dalam melihat keadaan. Selain itu, kinerja para pegawai Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai yang telah bekerja dengan baik tetap perlu diapresiasi.

"Jangan sampai sorotan ini malah membuat kinerja perpajakan, bea dan cukai menurun karena terjadi demotivasi kerja di internal pegawai pajak, bea dan cukai," kata dia kepada Kompas.com.

Menurutnya, dari persoalan saat ini, dapat dimaknai oleh pegawai Kemenkeu untuk mawas diri dan tetap meningkatkan kinerja agar penerimaan negara tetap terjaga di tengah gejolak ekonomi global. Ia bilang, kinerja yang baik akan meruntuhkan keraguan publik terhadap Kemenkeu.

"Tingkatkan kemudahan layanan para tax payer. Kerja yang hebat ini akan meruntuhkan keraguan publik," tutur Said.

Baca juga: Wanti-wanti Sri Mulyani soal Gaya Hidup Mewah Pejabat di Era Medsos

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bayar Klaim Simpanan 10 BPR Bangkrut, LPS Kucurkan Rp 237 Miliar per April 2024

Bayar Klaim Simpanan 10 BPR Bangkrut, LPS Kucurkan Rp 237 Miliar per April 2024

Whats New
[POPULER MONEY] Mendag Zulhas: Warung Madura Boleh Buka 24 Jam | KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai, Imbas Boikot

[POPULER MONEY] Mendag Zulhas: Warung Madura Boleh Buka 24 Jam | KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai, Imbas Boikot

Whats New
Kode Transfer BCA, BRI, BNI, BTN, Mandiri, dan Bank Lainnya

Kode Transfer BCA, BRI, BNI, BTN, Mandiri, dan Bank Lainnya

Spend Smart
Cara Beli Token Listrik di ATM BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI

Cara Beli Token Listrik di ATM BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI

Spend Smart
Cara Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia dan Syaratnya

Cara Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia dan Syaratnya

Spend Smart
Lelang 7 Seri SUN, Pemerintah Kantongi Rp 21,5 Triliun

Lelang 7 Seri SUN, Pemerintah Kantongi Rp 21,5 Triliun

Whats New
Indosat Catat Laba Rp 1,29 Triliun di Kuartal I-2024

Indosat Catat Laba Rp 1,29 Triliun di Kuartal I-2024

Whats New
Adira Finance Cetak Laba Bersih Rp 432 Miliar pada Kuartal I-2024

Adira Finance Cetak Laba Bersih Rp 432 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Inaplas Dukung Pemerintah Atasi Polusi Sampah Plastik

Inaplas Dukung Pemerintah Atasi Polusi Sampah Plastik

Whats New
Program Pemberdayaan Daerah Gambut di Bengkalis oleh PT KPI Mampu Tingkatkan Pendapatan Masyarakat

Program Pemberdayaan Daerah Gambut di Bengkalis oleh PT KPI Mampu Tingkatkan Pendapatan Masyarakat

Whats New
Astra Internasional Bakal Tebar Dividen Rp 17 Triliun, Simak Rinciannya

Astra Internasional Bakal Tebar Dividen Rp 17 Triliun, Simak Rinciannya

Whats New
Emiten Nikel IFSH Catat Penjualan Rp 170 Miliar di Kuartal I 2024

Emiten Nikel IFSH Catat Penjualan Rp 170 Miliar di Kuartal I 2024

Whats New
Starlink Telah Kantongi Surat Uji Laik Operasi di Indonesia

Starlink Telah Kantongi Surat Uji Laik Operasi di Indonesia

Whats New
Laba Bersih BNI Naik 2,03 Persen Menjadi Rp 5,3 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Bersih BNI Naik 2,03 Persen Menjadi Rp 5,3 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Bank Mandiri Jaga Suku Bunga Kredit di Tengah Tren Kenaikan Biaya Dana

Bank Mandiri Jaga Suku Bunga Kredit di Tengah Tren Kenaikan Biaya Dana

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com