JAKARTA, KOMPAS.com - Kondisi industri perbankan global tengah menjadi sorotan publik. Setelah kebangkrutan 3 bank Amerika Serikat (AS), kali ini giliran bank Credit Suisse, yang menarik perhatian dunia.
Salah satu bank terbesar Swiss itu dikabarkan akan diakuisisi oleh saudara satu negaranya, UBS. Akuisisi akan dilakukan menyusul permasalahan likuditas yang terjadi di Credit Suisse.
Kabar akuisisi Credit Suisse oleh UBS juga menjadi perhatian Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno. Pasalnya, Credit Suisse merupakan bank besar yang telah berdiri sejak 1856.
Baca juga: Setelah Silicon Valley Bank, Giliran Credit Suisse Swiss yang Bermasalah
"Bayangkan saja sebuah bank Credit Suisse usianya 166 taun lebih baru saja disinyalir akan diambil oleh UBS," kata dia, dalam OCBC NISP Business Forum, Selasa (21/3/2023).
"Dikarenakan dari pengelolaan yang kita lihat secara kasat mata sudah baik. Tapi ternyata kalau kita tidak mendorong tata kelola yang baik maka banyak sekali peluang-peluang yang berbahaya," tambah dia.
Oleh karenanya, Sandiaga Uno mendorong kepada seluruh pemangku kepentingan perbankan menjaga tata kelola dengan baik. Hal ini dimaksud untuk mengantisipasi hal serupa terjadi di industri perbankan nasional.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menilai, kondisi industri perbankan nasional masih terjaga dengan baik. Hal ini didukung kondisi permodalan bank yang sehat.
Di tengah laju pertumbuhan kredit, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) industri perbankan masih terjaga. Hingga Januari 2023, CAR perbankan tercatat di level 25,93 persen.
"CAR lumayan cukup tinggi. Ini buffer kita," katanya.
Suahasil menilai, terjaganya CAR perbankan merupakan hasil dari berbagai kebijakan yang telah dilakukan, salah satunya ialah penguatan modal inti. Dengan demikian, bank memiliki modal yang lebih sehat dalam pelaksanaan fungsi intermediasinya.
"Sehingga kalau ktia lihat perbandingan beberapa negara lain relatively kita kuat. Ini adalah periode saat-saat kita harus bersiap terhadap badai yang akan datang," tuturnya.
Baca juga: Bank Raksasa Credit Suisse Dikabarkan Akan Bangkrut, Nasibnya Bakal Seperti Lehman Brothers?
Di tengah ancaman krisis perbankan global, PT Bank OCBC NISP Tbk berkomitmen untuk menjaga tata kelola perusahaan dengan baik. Presiden Direktur Bank OCBC NISP Parwati Surjaudaja menegaskan, perseroan akan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam operasionalnya.
"Pengalaman kami lebih dari 81 tahun lewati berbagai macam tantangan senantiasa menginatkan kami untuk sellau memegang teguh risiko kehati2an integiras dan GCG. Menjaga kepercayaan nasabah adalah tanggung jawab utama," tuturnya.
Prinsip kehati-hatian itu akan dilaksanakan seiring dengan berbagai inovasi layanan perbankan yang disiapkan perseroan. Dengan demikian, perseroan dapat mengantisipasi berbagai tantangan sekaligus mendukung pemerintah mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.
"Peran perbankan sebagai salah satu ujung tembok perekonomian sangat penting. Kami bank OCBC NISP sebagai sektor keuangan melihat peran kami tidak lagi cukup hanya sebagai perbankan tradsional semata," ucapnya.
Baca juga: Silicon Valley Bank Bangkrut, LPS: Tak Berpengaruh ke Perbankan Nasional
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.