Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
INDEF Insight
Riset

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) adalah lembaga riset independen dan otonom yang berdiri pada Agustus 1995 di Jakarta. Aktivitas Indef antara lain melakukan riset dan kajian kebijakan publik, utamanya dalam bidang ekonomi dan keuangan. Kajian Indef diharapkan menciptakan debat kebijakan, meningkatkan partisipasi dan kepekaan publik pada proses pembuatan kebijakan publik. Indef turut berkontribusi mencari solusi terbaik dari permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia.

Efektifkah Subsidi Energi Mengurangi Kemiskinan?

Kompas.com - 15/04/2023, 17:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: M Rizal Taufikurahman, Ade Holis, dan Dradjad Wibowo *

SUBSIDI energi di Indonesia secara umum terdiri dari subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan liquefied petroleum gas (LPG) tabung 3 kg, serta subsidi listrik.

Pada 2022, realisasi subsidi energi melonjak menjadi Rp 208.928,4 miliar dalam perkiraan awal, naik hampir 21 persen dari realisasi 2021 yang sebesar Rp140.395,2 miliar.

Lonjakan tersebut banyak dipengaruhi realisasi asumsi dasar ekonomi makro, volume penyaluran BBM dan LPG bersubsidi, serta kebijakan besaran subsidi tetap untuk minyak solar.

Subsidi BBM dan LPG tabung 3 kg memegang porsi terbesar dalam subsidi energi, mencapai 63,2 persen pada 2018. Pada 2021 proporsi ini turun sedikit menjadi 59,7 persen, lalu kembali melonjak menjadi 71,5 persen pada 2022.

Lonjakan subsidi tersebut memunculkan tantangan kebijakan mengenai cara menjaga subsidi energi dapat terkendali dan efisien, sementara pada saat yang sama tepat sasaran membantu masyarakat menengah rentan miskin dan miskin.

Tantangan ini menjadi semakin berat karena harga energi dunia sedang sangat fluktuatif. Kita tahu, lonjakan harga energi akan menaikkan inflasi umum, yang pada gilirannya menaikkan jumlah penduduk miskin.

Pertanyaan mendasarnya kemudian, seberapa efektifkah subsidi energi mencegah masyarakat tidak miskin jatuh ke bawah garis kemiskinan?

Tulisan ini menyajikan sebagian dari hasil kajian Insitute for Development of Economics and Finance (Indef) terkait efektivitas subsidi energi dalam mengurangi kemiskinan.

Mengingat tingkat kemiskinan nelayan jauh di atas kemiskinan penduduk bukan nelayan, Indef juga melihat dampaknya terhadap nelayan.

Kemiskinan

Kemiskinan dapat dipandang sebagai ketidakmampuan orang atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

Penduduk dimasukkan ke dalam kategori miskin jika memiliki pengeluaran per kapita rata-rata per bulan yang berada di bawah garis kemiskinan. Untuk 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung garis kemiskinan sebesar Rp 505.469 per kapita per bulan pada Maret dan Rp 535.547 per kapita per bulan pada September.

Berdasarkan data BPS, pada Maret 2022, penduduk miskin di Indonesia berjumlah 26,16 juta jiwa, atau sekitar 9,54 persen dari dari total populasi sebanyak 274,2 juta jiwa. Penduduk yang tergolong “bukan nelayan” berjumlah 265,4 juta jiwa, dengan 25,1 juta jiwa atau 9,46 persen di antaranya dikategorikan miskin.

Penduduk yang menggantungkan hidupnya dari sektor perikanan hingga Maret 2022 ada sekitar 8,8 juta jiwa, atau 3,2 persen dari populasi Indonesia. Jika segmen populasi ini dijadikan proksi dari “nelayan”, terdapat sekitar 1,1 juta jiwa penduduk atau 12,5 persen yang masuk kategori miskin. Artinya, tingkat kemiskinan pada penduduk “nelayan” jauh lebih tinggi dari penduduk “bukan nelayan”.

Untuk mengestimasi dampak dari subsidi energi terhadap kemiskinan, Indef menerapkan metode microsimulation dengan menggunakan rumus Foster-Greer-Thorbecke untuk mengukur tingkat kemiskinan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com