Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
INDEF Insight
Riset

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) adalah lembaga riset independen dan otonom yang berdiri pada Agustus 1995 di Jakarta. Aktivitas Indef antara lain melakukan riset dan kajian kebijakan publik, utamanya dalam bidang ekonomi dan keuangan. Kajian Indef diharapkan menciptakan debat kebijakan, meningkatkan partisipasi dan kepekaan publik pada proses pembuatan kebijakan publik. Indef turut berkontribusi mencari solusi terbaik dari permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia.

Efektifkah Subsidi Energi Mengurangi Kemiskinan?

Kompas.com - 15/04/2023, 17:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Adapun jika harga LPG 3 kg tidak lagi disubsidi, sehingga harganya naik dari Rp 5.333 per kg menjadi Rp 20.700 per kg, hasil simulasi menunjukkan bahwa akan ada 6,9 juta jiwa penduduk yang tadinya tidak miskin menjadi miskin.

Implikasi kebijakan

Situasi pasar energi dunia saat ini masih terus bergejolak. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa bahkan mengalami tekanan inflasi yang berat akibat gejolak harga energi.

Gejolak harga energi tersebut secara tidak langsung mulai menimbulkan korban di sektor perbankan. Ini karena, tekanan inflasi membuat suku bunga di Amerika Serikat naik, yang selanjutnya merusak nilai surat-surat berharga yang sensitif terhadap suku bunga.

Akibatnya, bank dengan eksposur tinggi mengalami kerugian portofolio yang besar, yang kemudian membuat deposan panik dan me-rush bank tersebut. Itu yang membuat Silicon Valley Bank ambruk pada 10 Maret 2023.

Risiko terjadinya krisis sistemik perbankan global tidak bisa diabaikan, meskipun masih relatif terkendali.

Dalam situasi di atas, tekanan kenaikan harga energi bersubsidi bisa muncul setiap saat, antara lain untuk menjaga stabilitas fiskal.

Kajian Indef menunjukkan, jika kemiskinan menjadi salah satu tolok ukur kunci kebijakan maka subsidi energi tetap diperlukan. Besarannya tentu menyesuaikan situasi yang dihadapi.

Meski demikian, desain subsidi perlu diperbaiki secara drastis agar penduduk termiskin seperti nelayan ikut menikmatinya. Prasyarat dasarnya, data penduduk miskin perlu dipastikan akurat dan terkini.

Karena itu, pemanfaatan teknologi informasi dan komputasi (TIK) tidak bisa dihindari. Keberhasilan aplikasi PeduliLindungi dalam penanganan pandemi Covid-19 menjadi contoh bahwa Indonesia seharusnya bisa pula menerapkan aplikasi TIK untuk memastikan subsidi energi tepat sasaran.

Hal penting lainnya, subsidi ini perlu menyasar aktivitas konsumsi dan produksi dari penduduk miskin sekaligus. Jika hanya menyentuh aktivitas konsumsi maka porsi penduduk miskin yang tidak menikmati subsidi energi akan tetap besar.

 

M Rizal Taufikurahman adalah Kepala Pusat Ekonomi Makro dan Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef). Ade Holis adalah dosen IPB. Adapun Dradjad Wibowo adalah ekonom senior Indef dan Ketua Pembina Sustainable Development Indonesia (SDI)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com