Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
INDEF Insight
Riset

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) adalah lembaga riset independen dan otonom yang berdiri pada Agustus 1995 di Jakarta. Aktivitas Indef antara lain melakukan riset dan kajian kebijakan publik, utamanya dalam bidang ekonomi dan keuangan. Kajian Indef diharapkan menciptakan debat kebijakan, meningkatkan partisipasi dan kepekaan publik pada proses pembuatan kebijakan publik. Indef turut berkontribusi mencari solusi terbaik dari permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia.

Efektifkah Subsidi Energi Mengurangi Kemiskinan?

Kompas.com - 15/04/2023, 17:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Perubahan harga energi ditansmisikan dampaknya terhadap tingkat kemiskinan melalui kenaikan garis kemiskinan, menggunakan asumsi pendapatan tetap. Data yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS Maret 2022. Harga energi yang dikaji adalah harga BBM dan LPG 3 kg.

Untuk BBM, peranan subsidi terhadap kemiskinan dihitung dengan membandingkan kenaikan jumlah penduduk miskin jika harga BBM naik tetapi masih mengandung unsur subsidi dan kondisi ketika harga BBM naik mengikuti harga keekonomian dengan rata-rata kenaikan 92 persen (asumsi tanpa subsidi).

Dalam perhitungan ini, BBM mengalami kenaikan rata-rata sebesar 36,5 persen, dengan Pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, Solar bersubsidi naik dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, dan Pertamax naik dari Rp 9.000 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.

Dengan kata lain, 60 persen kenaikan harga menuju harga keekonomian masih disubsidi oleh pemerintah. Selisih penambahan jumlah penduduk miskin dari kedua simulasi tersebut merupakan peranan subsisi BBM dalam menjaga kemiskinan dengan asumsi pendapatan penduduk tetap.

Untuk LPG 3 kg, peranan subsidi dihitung dengan melakukan simulasi kenaikan harga LPG mengikuti harga pasar.

Peranan subsidi

Kajian yang dilakukan Indef menghasilkan beberapa temuan menarik. Pertama, sejumlah besar rumah tangga miskin ternyata tidak menikmati subsidi BBM maupun LPG 3 kg.

Sebagaimana terlibat dari infografris di bawah ini, terdapat sekitar 30 persen rumah tangga miskin, atau sekitar 1,6-1,7 juta rumah tangga, yang tidak menggunakan kedua produk bersubsidi tersebut.

 

Untuk rumah tangga dengan kemiskinan ekstrem, proprosinya bahkan lebih besar, yaitu 41 persen yang bukan pengguna BBM dan 37 persen yang bukan pengguna LPG 3 kg.

Salah satu dugaan penyebabnya adalah karena saking miskinnya, mereka tidak mempunyai kendaraan dan atau peralatan rumah tangga yang memerlukan kedua produk bersubsidi tersebut.

Temuan di atas menunjukkan bahwa subsidi BBM dan LPG 3 kg yang tidak tepat sasaran menjangkau penduduk miskin ternyata cukup besar, jika dilihat dari porsi penduduk miskin yang tidak menikmatinya.

Artinya, terdapat kebutuhan yang sangat mendesak untuk mendesain skema subsidi energi yang dinikmati oleh semua penduduk miskin.

Kedua, subsidi BBM sebagaimana simulasi Indef, yaitu sebesar 60 persen dari kenaikan yang semestinya jika merujuk harga keekonomian, ternyata mampu mencegah sekitar 5,7 juta jiwa penduduk Indonesia tidak jatuh menjadi penduduk miskin.

Dalam simulasi Indef, jika harga BBM naik tapi tetap disubsidi maka jumlah penduduk miskin akan bertambah sebanyak 2,8 juta jiwa, terdiri dari penambahan 2,7 juta jiwa “bukan nelayan” dan 99.000 jiwa “nelayan”.

Namun, jika subsidi dihapuskan menjadi nol maka jumlah penduduk miskin naik sebanyak 8,5 juta jiwa, terdiri dari 8,2 juta jiwa “bukan nelayan” dan 297.000 jiwa “nelayan”.

Dengan kata lain, subsidi harga BBM sebesar 60 persen dari kenaikan semestinya diperkirakan mampu mengurangi sekitar dua per tiga dari potensi pertambahan jumlah penduduk miskin.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com