Di tengah paradigma dunia mengembangkan kendaraan listrik, produsen-produsen otomotif dunia juga tak ingin ketinggalan kereta. Mereka berlomba-lomba mengeluarkan dana investasi besar untuk pengembangan kendaraan listrik.
Produsen-produsen otomotif dipaksa beradaptasi dengan kebijakan baru ini. Produsen otomotif besar, seperti Mitsubishi, Honda, dan Toyota mulai menginvestasikan sekitar Rp 100 triliun untuk pengembangan mobil listrik.
Penjualan mobil listrik produsen-produsen mobil listrik dunia meningkat. Tesla (AS) misalnya, menjual 97,000 mobil listrik tahun 2019 atau meningkat tajam dibandingkan tahun 2018 sebesar 83,777 unit (Tesla:2020).
Sementara, Volkswagen (Eropa) juga menjual 212,000 unit mobil listrik tahun 2020, naik 158 persen dibandingkan tahun 2019. Banyak analis dunia memperkirakan pasar mobil listrik dunia akan tumbuh 53 miliar dolar AS tahun 2025.
China Association Of Automobile Manufactures (CAAM:2019) mengatakan, sejak tahun 2019, kendaraan listrik di China tumbuh 1,7 juta unit dari 1,6 juta unit tahun 2018. Sementara penjualan mobil berbasis fosil di China mulai mengalami penurunan.
Tahun 2019, penjualan mobil berbasis fosil China turun 13 persen atau 4.82 juta unit per tahun, sementara penjualan kendaraan listrik meningkat 118 persen menjadi 254.000.
Sementara, McKinsey (2022) memproyeksikan, produksi mobil listrik global tumbuh dari 20 juta unit tahun di 2017 menjadi 31 juta kendaraan listrik tahun 2025. Perubahan paradigma menuju mobil listrik ini mestinya menjadi berkah bagi Indonesia.
Ada dua alasan utama mengapa Indonesia harus beralih ke mobil listrik.
Pertama, produksi minyak nasional terus-menerus mengalami penurunan secara alamiah. Gairah masyarakat Indonesia membeli kendaraan berbahan bakar fosil sangat tinggi. Selain itu, konsumsi minyak nasional juga sangat tinggi baik untuk kendaraan maupun kelangsungan sektor industri.
Peralihan menuju kendaraan listrik penting untuk mengurangi ketergantungan impor pada minyak. Cadangan minyak Indonesia hanya bisa bertahan sampai 10 tahun (Kementerian ESDM).
Produksi minyak Indonesia hanya 750.000 barel per hari, sementara kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) domestik mencapai 1,4 juta barel per hari. Indonesia harus mengimpor sekitar 700.000 barel minyak dari pasar internasional yang membuat neraca perdagangan defisit dan APBN tekor.
Kemampuan produksi BBM di kilang milik Pertamina (Persero) juga hanya mencapai 800.000 barel per hari. Dengan jumlah penduduk 260 juta jiwa dan mekarnya industri nasional, konsumsi domestik mencapai 1,4 juta barel per hari dan bisa terus meningkat ke depan seiring pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat dan pertumbuhan ekonomi yang besar pula.
Tak mengherankan jika sejak periode pertama pemerintahan Jokowi tahun 2014, neraca perdagangan terus mengalami defisit akibat impor minyak terlalu besar. Atas dasar itu, publik perlu menyambut positif langkah pemerintah mendorong pengembangan mobil listrik.
Dengan peralihan ke mobil listrik, Indonesia bisa selamat dari kelangkaan BBM, jurang defisit dan menciptakan energi bersih. Maka, saatnya pemerintah harus mendorong terus pengembangan mobil listrik dan konversi dari kendaraan berbasis fosil menuju kendaraan listrik agar Indonesia selamat dari jurang defisit terus-menerus dan menjadi pemain utama dalam kendaraan listrik.
Kedua, Indonesia adalah negara kaya nikel, timah, mangan, dan tembaga. Sederet jenis mineral ini adalah bahan baku untuk pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Indonesia adalah produsen nikel terbesar dunia atau 27 persen berkontribusi untuk nikel dunia.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya