Di sektor shipping, Pertamina mampu bermitra dengan bisnis-bisnis shiping global untuk pengangkutan liquefied natural gas (LNG) atau ammonia berbasis gas.
Pertamina Geotermal Energi juga sudah melakukan Initial Public Offering (IPO) di pasar modal yang membuat kinerja keuangannya semakin menarik dan mampu mencari dana-dana segera di pasar modal untuk pengembangan bisnis. Pertamina Hulu Energi (PHE) juga menjadi andalan utama di sektor hulu.
Transformasi yang dilakukan ini mampu membuat bisnis Pertamina menjadi semakin menjanjikan di tengah kekuatan kompetitor-kompetitornya di tingkat global, seperti Petronas (Malyasia), PTT Thailand, Saudi Aramco, ConocoPhillips, Chevron, ataupun Exxon Mobil. Suka atau tidak suka, Pertamina harus bersaing dengan raksasa-raksasa migas global ini untuk merebut ceruk energi di seluruh dunia.
Untuk mampu berkompetisi dengan raksasa-raksasa itu, proses transformasi yang dilakukan Pertamina sangat penting.
Kedua, digitalisasi. Pertamina itu perusahaan berskala besar. Anak usahanya sangat banyak, hampir mencapai 200 perusahaan. Selain anak usahanya ratusan, Pertamina sebagai perusahaan energi, mengelola 65 blok migas dan 27.000 sumur migas.
Tentu untuk melakukan monitoring kerja dengan anak usaha dan blok migas yang begitu besar tak cukup dengan proses manual. Proses digitalisasi dengan tulang-punggung teknologi adalah kunci bertumbuhnya Pertamina sebagai perusahaan yang menjadi andalan negera untuk mengolah migas.
Digitalisasi mengintegrasikan anak usahanya yang banyak. Digitalisasi berperan memonitor proses kerja di 65 blok migas dan 27.000 sumur migas. Tak akan mungkin melakukan monitoring satu per satu tanpa prses digitalisasi yang terintegrasi dari hulu ke hilir.
Di sektor hilir, dengan proses digitalisasi produksi Pertamina meningkat sangat signifikan tahun 2022. Pertamina tak mungkin mampu melakukan perencanaan matang tanpa digitalisasi.
Untuk pengeboran membutuhkan tahapan panjang. Jika tak terintegrasi, peralatan untuk pengeboran di ratusan sumur bisa bertabrakan di lapangan karena lapangan sumur berdekatan.
Hasil digitalisasi itu mendorongan penambahan lifting dan produksi migas. Tahun 2022, Pertamina mampu mencatat produksi migas subholding upstream mencapai 1,018 juta barel ekuivalen minyak per hari (mboepd) dengan rincian produksi minyak sebesar 566 ribu barel per hari dan gas 2.600 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd).
Baca juga: Pertamina Cetak Laba Tertinggi Sepanjang Sejarah, Dirut Beberkan Penyebabnya
Tahun 2022, Pertamina mampu melakukan pengeboran di 700 sumur dan 500 sumur dilakukan pengeboran di blok Rokan, Riau.
Sebagai catatan, langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan kepercayaan kepada Pertamina mengelola blok-blok migas potensial, seperti Blok Rokan (dari Chevron) dan Blok Mahakam (Total E&P) telah dibayar lunas.
Hal ini sebagai bukti bahwa nasionalisasi di sektor migas sukses membuat produksi migas nasional meningkat. Hal yang lebih penting adalah bukti bahwa Pertamina mampu mengelola blok-blok migas potensial yang berperan penting untuk meningkatan produksi nasional.
Sementara di hilir, Pertamina bisa memonitor kerja di SPBU-SPBU Pertamina yang tersebar dari Sabang sampai Marauke. Kilang-kilang Pertamina juga terpantau. Secara teoritis, kilang minyak Pertamina tak boleh berhenti. Jika berhenti tiba-tiba, risikonya sangat besar pada produksi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berimplikasi pada impor migas.
Impor harus diminimalisir karena menjadi perhatian serius pemerintahan Jokowi sejak tahun 2014 yang membuat defisit neraca perdagangan meningkat. Untuk itu, Pertamina harus menempuh berbagai cara yang efektif agar kilang beroperasi normal.