Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titihan Samirono, Mimpi Soeharto Bikin Transportasi Massal di Jakarta

Kompas.com - 08/06/2023, 11:45 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Kemacetan di Jakarta bukan hal baru. Ibu kota yang bakal dipindah ke Kalimantan ini sudah merasakan macet sejak puluhan tahun silam.

Bahkan, berita soal kemacetan Jakarta juga sudah menghiasai pemberitaan media massa sejak 1960-an. Artinya, penyakit macet Jakarta memang sudah ada sejak lama.

"Seorang rekan wartawan tinggal di Senayan, Kebayoran. Orangnya gesit tak suka menyeleweng di jalan. Setiap pagi berangkat dari rumah dengan mobil jam 7.15 sampai di kantornya, Pintu Besar Selatan, jam 08.00. Berarti 45 menit. Jarak Senayan-Pintu Besar Selatan 12 kilometer. Jadi gerak mobil itu per jamnya hanya 16 kilometer, sama dengan kecepatan sepeda," tulis Harian Kompas yang terbit pada 5 Juli 1965.

Saat ekonomi Indonesia tumbuh pesat di era Orde Baru, kemacetan Jakarta pun semakin menjadi-jadi, meski tentunya tidak separah sekarang.

Baca juga: Judi Porkas, Undian Lotre yang Dilegalkan pada Masa Soeharto

Dari era Presiden Soekarno hingga Soeharto, kemacetan jalanan di Jakarta sejatinya lebih banyak disebabkan masih minimnya infrastruktur dan semrawutnya lalu lintas.

Sementara saat ini, kemacetan disebabkan karena populasi kendaraan yang sudah melebihi kapasitas infrastruktur yang terbangun.

Mimpi Soeharto

Menyadari jalanan Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia yang dilanda kemacetan, Soeharto pun sebenarnya sudah menggagas transportasi publik.

MRT yang baru terbangun saat ini, bahkan sebenarnya sudah direncanakan sejak era Orde Baru. Ide pembangunan MRT awalnya dicetuskan sejak tahun 1985 oleh Bacharudin Jusuf Habibie.

Saat itu ia menjabat sebagai Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di era Orde Baru. Namun begitu, pemerintah saat itu malah cenderung lebih menggalakan angkutan mobil pribadi sehingga proyek transportasi massal seolah jalan di tempat.

Baca juga: Soeharto Pernah Bekukan Bea Cukai yang Jadi Sarang Pungli pada 1985

Selain MRT, Soeharto juga memimpinkan transportasi lain yang dianggap sesuai dengan kondisi di Indonesia. Angkutan publik bebas macet itu disebut dengan Aeromovel.

Kala itu, Soeharto tertarik dengan angkutan massal yang dicetuskan Oscar Coester dari Brasil. Ia pun kemudian mengirimkan beberapa ahli dari perguruan tinggi untuk studi banding ke sana pada 1980-an.

Dari pihak swasta, ditunjuklah PT Citra Patenindo Nusa Pratama yang nantinya akan menjadi operator proyek angkutan massal tersebut.

Aeromovel ini dianggap lebih murah dari sisi investasi maupun operasionalnya apabila dibandingkan dengan membangun MRT. Pemeliharaannya pun juga terbilang ringan serta teknologinya tidak terlalu rumit untuk ukuran negara berkembang.

Baca juga: Nostalgia TVRI di Era Soeharto, Nonton TV Harus Bayar Iuran

Namun sebelum merealisasikannya menjadi proyek besar, Soeharto memilih untuk membuat versi miniaturnya lebih dulu. Lokasi yang dipilih adalah Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Kereta Aeromovel ini pertama beropeasi pada tahun 1989. Saat peresmiannya, Soeharto kemudian menamakannya dengan Titihan Samirono. Samirono sendiri berasal dari Bahasa Jawa yang berarti angin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com