Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meracik Taktik Terbaik Benahi Industri "Fintech Lending"

Kompas.com - 09/06/2023, 20:40 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Industri layanan pendanaan bersama berbasis teknologi (LPBBTI) atau fintech lending menghadapi tren kenaikan kredit macet di tengah rencana pencabutan moratorium izin oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Di sisi lain, regulator juga meminta perusahaan fintech lending untuk segera memenuhi ketentuan peningkatan permodalan bertahap sebesar Rp 12,5 miliar pada Juli 2025.

Pada POJK No 10 Tahun 2022, OJK menetapkan ketentuan ekuitas minimum untuk fintech lending dilakukan secara bertahap. Pada 4 Juli 2023, ekuitas minimum sebesar Rp 2,5 miliar, Juli 2024 ekuitas minimum sebesar Rp 7,5 miliar, dan pada Juli 2025 sebesar Rp 12,5 miliar.

Permasalahan pada fintech lending ini perlu segera diatasi untuk menambah kepercayaan masyarakat serta mendorong pertumbuhan industri fintech lending di Indonesia.

Baca juga: 5 Sektor Penerima Pinjaman Fintech yang Gagal Bayar

Sebagai catatan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) naik menjadi 2,82 persen pada April 2023.

Tingkat kredit macet fintech lending ini tumbuh secara bulanan dibandingkan Maret 2023 sebesar 2,81 persen.

Pengamat ekonomi sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kredit macet disebabkan karena tidak semua fintech lending memiliki manajamen risiko yang baik.

Di luar itu, persentase kredit konsumsi yang lebih tinggi daripada sektor produktif juga bisa jadi faktor yang mendorong tingginya kredit macet fintech lending.

"Tapi tidak menutup kemungkinan (sektor) produktif juga macet karena masuk ke sektor berisiko tinggi, misalnya pertanian," ujar dia kepada Kompas.com, Jumat (9/6/2023).

Ia menambahkan, tingginya kredit macet fintech lending disebabkan karena sejumlah pinjaman berisiko tidak memiliki perlindungan asuransi.

Secara makro, kondisi ekonomi yang dipengaruhi inflasi dan naiknya suku bunga juga menjadi faktor pendorong tingginya kredit macet fintch lending. Hal tersebut masih ditambah dengan pemulihan ekonomi setelah Covid-19 yang belum merata.

Meskipun demikian, Bhima optimistis, industri fintech lending masih memiliki masa depan yang cerah asalkan mampu menjaga kualitas kreditnya.

Dari sisi manajemen risiko, ia berpendapat, pemilihan calon peminjam (borrower) dapat dibuat berlapis guna menjaga kehati-hatian dalam penyaluran pinjaman.

Baca juga: Sederet Faktor Di Balik Tren Naiknya Kredit Macet Fintech Lending

"Fintech yang akan tetap eksis bisa cari peluang baru, misalnya yang sudah jenuh di (Pulau) Jawa main ke luar Jawa untuk menggarap pinjaman konstruksi, toko bangunan, ritel, dan pinjaman jangka pendek," terang dia.

Bhima menekankan, kehadiran fintech lending masih sangat dibutuhkan masyarakat terutama untuk pembiayaan produktif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Spend Smart
Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Earn Smart
Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Spend Smart
Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Whats New
Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Whats New
Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Whats New
Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-'grounded' Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-"grounded" Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Whats New
ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

Whats New
Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Whats New
Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Whats New
ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

Whats New
Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Whats New
Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Whats New
Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Whats New
BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com