Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Nugroho SBM
Dosen Universitas Diponegoro

Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang

Menjaga Inflasi Tetap Rendah pada 2024

Kompas.com - 24/08/2023, 08:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SALAH satu asumsi makro yang menarik untuk dicermati dalam RAPBN 2024 yang telah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo adalah asumsi tingkat inflasi.

Dalam RAPBN 2024, tingkat inflasi tahunan pada 2024 diasumsikan sebesar 2,8 persen. Angka ini lebih rendah dari infasi tahunan 2023 yang diperkirakan sebesar 3,1 persen.

Angka inflasi rendah memang sangat penting bagi perekonomian Indonesia karena ada dampak negatif jika terjadi inflasi tinggi.

Pertama, inflasi tinggi menurunkan daya beli bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan tetap sehingga berpotensi menaikkan tingkat kemiskinan.

Kedua, biasanya akan diikuti dengan menurunnya (terdepresiasinya) nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang akan memberatkan karena akan menaikkan harga barang-barang impor dan jumlah cicilan serta bunga utang luar negeri.

Ketiga, memperlebar kesenjangan sosial ekonomi karena dampak inflasi yang tinggi ada kenaikan kekayaan (pemilik tanah dan bangunan), tetapi ada yang turun (uang tunai).

Hal tersebut meningkatkan kesenjangan sosial ekonomi. Jika inflasi tinggi, maka kekayaan orang kaya akan meningkat (karena memegang kekayaan dalam berbagai bentuk dan ada yang meningkat nilainya karena inflasi), sedangkan orang miskin yang biasanya hanya punya uang tunai kekayaannya justru menurun.

Maka menjaga inflasi tetap rendah merupakan kebijakan yang baik.

Namun, menjaga inflasi tetap rendah pada 2024 bukan hal mudah. Ada beberapa hal yang berpotensi membuat inflasi lebih tinggi dari asumsi RAPBN 2024.

Pertama, pada 2024 adalah tahun politik di mana akan diselenggarakan pemilihan umum serentak (presiden-wapres, kepala daerah, serta anggota DPD, DPR dan DPRD).

Sisi positifnya memang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lewat belanja untuk kepentingan pemilu. Dengan demikian, pemerintah berani mengasumsikan pertumbuhan ekonomi cukup tinggi pada 2024, yaitu 5,2 persen, sedikit lebih tinggi dari perkiraan pertumbuhan ekonomi 2023 sebesar 5,1 persen.

Namun di sisi lain kegiatan dan belanja pemilu 2024 juga bisa memicu naiknya tingkat inflasi. Pasalnya, kenaikan permintaan keperluan untuk pemilu akan dimanfaatkan para pedagang untuk menaikkan harga barang-barangnya.

Faktor kedua, seperti dianggarkan dalam RAPBN 2024, gaji ASN pusat dan daerah, TNI-Polri akan naik 8 persen dan pensiunan naik 12 persen.

Seperti biasanya, kenaikan gaji untuk ASN pusat dan daerah, TNI-Polri selalu akan diikuti kenaikan harga barang-barang. Seringkali kenaikan harga barang melebihi kenaikan gaji ASN, TNI-Polri dan pensiunan. Hal ini akan menyebabkan tingkat inflasi lebih tinggi.

Faktor ketiga, masih terganggunya pasokan energi dan pangan akibat belum jelasnya kapan perang Ukraina dan Rusia selesai, yang menyebabkan masih akan terjadinya kenaikan harga energi dan pangan di dunia, termasuk di Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com