Di negara maju, rasio pajak sangat tinggi, sehingga secara tidak langsung penerimaan pajak bisa dijadikan "agunan" bagi para investor.
Hal sebaliknya, bagi negara berkembang, rasio penerimaan pajak seringkali masih rendah. Sehingga terkadang dalam skenario terburuk, karena pemasukan pajak yang rendah, pembayaran utang negara berkembang dilakukan dengan menerbitkan utang baru alias gali lubang dengan tutup lubang.
Dalam utang pemerintah atau utang negara, gagal bayar utang (default) bisa lebih rumit daripada gagal bayar utang perusahaan.
Ini karena aset negara tidak bisa disita untuk membayar kembali dana. Sehingga saat negara berkembang tak bisa membayar utang, mereka akan melakukan negosiasi ulang yang seringkali merugikan investor.
Baca juga: Utang Pemerintah Kembali Turun, Ini Penyebabnya
Hal yang sama juga berlaku untuk PDB. Semakin besar PDB suatu negara, semakin besar pula kesanggupan negara melunasi utangnya.
5. Korupsi
Negara-negara maju umumnya memiliki tingkat korupsi yang jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara berkembang. Kembali pada poin pertama, utang dipergunakan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Penggunaan utang pada negara maju bisa tampak lebih terlihat dengan efektifitas tinggi. Sementara utang di negara berkembang, seringkali penggunaan utang tidak sepenuhnya berhasil karena angka korupsi yang tinggi sehingga menyebabkan biaya ekonomi yang tinggi pula.
Negara-negara maju tidak menganggap korupsi adalah masalah yang besar. Sehingga mereka berani berutang banyak, karena riwayat penggunaan dana dari utang di masa lalu yang dianggap berhasil.
Namun dengan banyak keuntungan di atas, bukan berarti negara-negara maju juga tidak berisiko dalam berutang. Utang pemerintah bisa berdampak buruk apabila pengelolaannya dilakukan dengan buruk, inilah yang saat ini terjadi pada ekonomi Amerika Serikat beberapa tahun belakangan ini.
Baca juga: Kemenkeu: Jangan Hanya Lihat Beban Utang Pemerintah dari Nominalnya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.