Oleh: Frangky Selamat*
SEORANG teman mengirimkan foto via WhatsApp, mengenai keberadaannya di kampung batik di Pekalongan, Jawa Tengah.
Sambil tersenyum semringah, ia menunjuk ke satu logo merek batik setempat, berpose di pekarangan depan rumah yang dijadikan tempat berjualan batik.
“Bernostalgia di tempat kita dulu pernah kunjungi,” katanya lewat pesan singkat dengan emoticon penuh senyum bahagia.
Nostalgia menjadi pesan utama dari teman ini. Nostalgia yang berasal dari Bahasa Yunani nostos berarti kepulangan dan algos berarti sakit, menggambarkan kerinduan yang disebabkan oleh jarak geografis.
Nostalgia dapat membangkitkan kenangan masa lalu serta menimbulkan emosi bahagia dan sedih (Berntsen dan Rubin, 2002).
Sementara sebagian besar penelitian sebelumnya mengartikan nostalgia sebagai emosi positif yang disebabkan oleh mengingat hari-hari indah masa lalu (Leboe dan Ansons, 2006).
Sejumlah penulis percaya bahwa nostalgia sering kali melibatkan perasaan negatif terhadap masa kini dan masa depan (Berntsen dan Rubin, 2002).
Emosi negatif tersebut muncul dari rasa kehilangan yang dialami individu karena mengetahui masa lalu telah berlalu (Batcho, 2007). Perasaan ini disebut sebagai pengalaman “pahit manis” (bittersweet) (Wildschut dkk, 2006).
Oleh karena itu, nostalgia dikatakan berhubungan dengan perasaan campur aduk (Hepper dkk, 2012).
Akibat positif atau negatif dari perasaan campur aduk ini sangat bergantung pada berbagai faktor psikologis. Satu set faktor psikologis tersebut bersifat situasional.
Iyer dan Jetten (2011) menyelidiki bagaimana reaksi terhadap nostalgia dipengaruhi oleh kesesuaian identitas. Jika seseorang memiliki keselarasan tinggi, maka nostalgia akan meningkatkan kesejahteraan emosional dan memotivasi seseorang untuk mengikuti kesempatan baru.
Jika sebaliknya, maka nostalgia bisa menjadi pengingat yang menyakitkan tentang apa yang tertinggal dan menghalangi kemampuan seseorang untuk maju dan menghadapi peluang baru.
Serangkaian faktor psikologis lain yang terungkap dalam penelitian sebelumnya mencerminkan perbedaan individu yang kronis.
Wildschut dan kawan-kawan (2010) membandingkan individu dengan penghindaran rendah dan penghindaran tinggi dalam respons mereka terhadap isyarat nostalgia.