SEBAGAI salah satu mesin berkapasitas jumbo yang menggerakkan roda perekonomian nasional, performa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) domestik tampak mumpuni.
Melansir ASEAN Investment Report 2022, jumlah UMKM Tanah Air telah mencapai 65,46 juta unit pada 2021.
Tak ayal, pelaku UMKM mampu mendominasi struktur unit usaha di Indonesia dengan kontribusi sebesar 99 persen.
Tak hanya itu, pada tahun yang sama, UMKM Indonesia tercatat mampu menyerap 97 persen tenaga kerja dan telah menyumbang 60,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Lantas, bagaimana kinerja ekspor UMKM Indonesia di antara negara-negara ASEAN?
Secara populasi, Indonesia memang bertengger di posisi teratas dengan jumlah pelaku UMKM terbanyak di kawasan ASEAN. Namun, besarnya populasi UMKM tersebut belum tercermin dalam kinerja ekspornya.
Kontribusi UMKM terhadap ekspor nasional tercatat hanya meraih 15,7 persen. Angka ini masih jauh dibandingkan negara ASEAN lainnya, seperti Singapura 41 persen, Thailand 29 persen, dan Myanmar 24 persen.
Rendahnya pangsa pasar yang mampu digarap oleh pelaku UMKM domestik salah satunya disebabkan hambatan biaya transaksi.
Berbicara transaksi perdagangan internasional, pelaku usaha tentu diperhadapkan dengan perkara perbedaan mata uang.
Secara umum, kegiatan ekspor memerlukan rantai proses transaksi yang cukup panjang, di mana salah satu pihak perlu melakukan proses jual beli valuta asing terlebih dahulu dengan menukarkan uangnya ke dollar AS, baru kemudian dapat dikonversikan ke mata uang negara mitra dagang.
Panjangnya rantai proses transaksi berimplikasi terhadap biaya konversi mata uang yang mesti ditanggung pihak eksportir maupun buyer, apalagi kondisinya semakin kompleks ketika terjadi fluktuasi nilai tukar greenback yang cukup tinggi.
Tak heran, biaya transaksi ekspor kerap menimbulkan risiko keuangan tersendiri bagi pelaku UMKM Tanah Air.
Menyikapi persoalan transaksi ekspor-impor di Indonesia, pemerintah mulai menggandeng para pemimpin negara ASEAN 5, yakni Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand guna memperkuat kerja sama sistem pembayaran di negara kawasan.
Kerja sama ini menyepakati penguatan Regional Payment Connectivity (RPC) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN 2023 di Labuan Bajo yang berlangsung pada 10-11 Mei 2023.
Langkah sinergis ini ditempuh demi mewujudkan pembayaran lintas batas yang lebih cepat, murah, transparan dan inklusif.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya