Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jumlah Petani Berkurang, Prabowo: Anak-anak Petani Melihat Bapaknya Hidup Susah

Kompas.com - 12/01/2024, 12:29 WIB
Rully R. Ramli,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Calon presiden (capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto menyoroti kualitas hidup petani di Indonesia. Menurutnya, kualitas hidup petani yang kurang baik menjadi alasan jumlah petani menyusut.

Jumlah petani Indonesia memang tercatat mengalami penurunan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah petani di Indonesia sebanyak 29,3 juta petani pada 2023, turun 7,45 persen dari 31 juta petani pada 2013.

Baca juga: Atasi Masalah Regenerasi Petani, Ganjar: Anak Muda Kita Berikan Insentif...

Ilustrasi: Sensus Pertanian 2023 Tahap I oleh BPS menunjukkan bahwa usia petani di Indonesia mayoritas berusia di atas 55 tahun.PIXABAY/DUYET TRAN VAN Ilustrasi: Sensus Pertanian 2023 Tahap I oleh BPS menunjukkan bahwa usia petani di Indonesia mayoritas berusia di atas 55 tahun.
"Kenapa berkurang (jumlah) petani? Karena anak-anak muda melihat bapaknya tidak untung. Hidupnya susah, nilai tukarnya tidak cocok," ujar dia, dalam acara Dialog Capres Bersama Kadin, Jumat (12/1/2024).

Prabowo menilai, kualitas hidup petani yang kurang layak salah satunya disebabkan oleh sistem ekonomi pasar terbuka yang merupakan bagian dari kapitalisme.

Dengan sistem tersebut, Indonesia dapat mengimpor komoditas pangan dengan harga lebih murah dari negara mitra dagang.

"Semua dianggap harus free market," katanya.

Baca juga: ID Food: Hanya 3 Persen Anak Petani yang Ingin Jadi Petani...

"Free market benar, tapi basic hak dasar rakyat itu tidak boleh diperdagangkan," sambungnya.

Lebih lanjut ia bilang, pemerintahan di era Presiden Soeharto sebenarnya sudah baik dalam mengelola harga komoditas di level petani. Pada era tersebut, Badan Urusan Logistik (Bulog) dapat bertindak stabilisator harga pangan di level petani dan konsumen.

"Kalau harga untuk petani kurang baik, bisa dikendalikan, tapi konsumen di kota juga dijaga. Tapi kita menyerah kepada IMF," tuturnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com