Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman Duga Mayoritas Pengusaha Importir Bawang Putih Mangkir dari Kewajiban Tanam 

Kompas.com - 16/01/2024, 15:03 WIB
Elsa Catriana,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman RI menduga mayoritas perusahaan importir bawang putih yang mengajukan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) ke Kementerian Pertanian namun menolak kewajiban menanam sebagai syaratnya. 

Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatima mengungkapkan, ada lebih dari 50 persen perusahaan importir lebih memilih untuk mendirikan perusahaan baru daripada memilih untuk melakukan wajib tanamnya. Berdasarkan data yang dimilikinya tercatat ada sebanyak 210 perusahaan importir yang mengajukan RIPH ke Kementan.

Untuk diketahui Kementan mensyaratkan RIPH sebagai salah satu syarat impor produk hortikultura, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2019 jo Peraturan Menteri Pertanian Nomor 2 Tahun 2020. RIPH adalah keterangan tertulis yang menyatakan produk hortikultura memenuhi persyaratan administrasi dan teknis.

Sedangkan wajib tanam bawang putih merupakan salah satu bentuk kewajiban importir untuk melakukan pengembangan komoditas bawang putih dalam negeri yang merupakan komoditas strategis, pasca terbitnya RIPH.

“ Saya enggak hitung spesifiknya. Tapi yang penting (50 persen dari perusahaan importir) ada,” ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (16/1/2024). 

Baca juga: Dugaan Malaadministrasi Penerbitan Izin Impor Bawang Putih, Ombudsman Panggil Pejabat Kementan

Yeka menjelaskan yang menjadi penyebab mengapa pengimpor lebih memilih membuka perusahaan baru daripada melakukan wajib tanam adalah karena biaya cost untuk wajib tanam jauh lebih besar daripada membuka perusahaan baru. 

Berdasarkan hitung-hidungnya biaya untuk membuka perusahaan baru mencapai Rp 13 juta sementara biaya untuk wajib tanam paling sedikitnya Rp 1,4 miliar. “Jadi bisa kebayangkan, daripada mengeluarkan Rp 1,4 miliar lebih baik Rp 13 juta,” ungkap Yeka. 

Oleh sebab itu menurut Yeka, kebijakan wajib tanam itu merupakan syarat yang tidak tepat dalam meningkatkan produksi bawang putih. 

Baca juga: Kemendagri Minta Badan Pangan dan Kemendag Redam Harga Bawang Putih

Dia pun meminta pemerintah bisa mempertimbangkan kewajiban menanam sebagai syarat pengajuan impor bawang putih. Sebab berdasarkan hasil investigasi Ombudsman pun dalam proses penerbitan RIPH saja ditemukan 4 maladmintrasi penerbitan RIPH  bawang putih. 

Di antaranya adalah ditemukan pemberian dana biaya tanam bawang putih dari importir yang jumlahnya kurang dari kebutuhan petani, ditemukannya adanya pengurusan wajib tanam bawang putih oleh importir melalui oknum calo hingga adanya dugaan praktik pungutan liar dalam penerbitan RIPH bawang putih. 

“Jadi memang kami melihat wajib tanam itu gagal dalam meningkatkan produksi bawang putih,” katanya. 

Baca juga: Calon Anggota KPPU Sebut Ada Dugaan Praktik Oligopoli Beras hingga Bawang Putih


Dia pun mencontohkan daripada pemerintah mewajibkan pengimpor untuk menanam bawang putih, lebih baik dilakukan Corporate Social Responbility (CSR) kepada petani ataupun digantikan dengan pemberian dana untuk biaya riset. 

“Misal dana untuk wajib tanam tadi itu Rp 1,4 miliar dipakai saja sama perusahaan untuk CSR atau riset. Kan sejauh ini kita masih sedikit untuk riset, ada lembaga yang buat riset bagaimana cara membuat bibit bawang putih yang bagus. Nah saya nykin 2-3 tahun kita bisa punya bibit bawang putih yang bagus dan enggak impor lagi kan enak,” pungkasnya. 

Baca juga: Kementan Bakal Batasi Penerbitan Rekomendasi Impor Bawang Putih

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com