Hasil perhitungan dan analisis INDEF menunjukkan bahwa penerapan pasal-pasal tembakau pada RPP Kesehatan akan menggerus penerimaan negara.
Dari penerimaan perpajakan, misalnya, akan menyebabkan penurunan hingga Rp 52,08 triliun. Kemudian, kerugian ekonomi secara agregat yang akan ditanggung oleh negara sebesar Rp 103,08 triliun. Pertumbuhan ekonomi pun berpotensi mengalami penurunan sebesar 0,53 persen.
"Jika pasal-pasal (tembakau) ini diterapkan, penerimaan negara akan turun. Oleh karena itu, diperlukan pertimbangan yang lebih mendalam ketika merumuskan RPP Kesehatan ini," kata Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad seperti diberitakan Kompas.com, Selasa (26/12/2023).
Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Adik Dwi Putranto mendorong agar pemerintah mengefektifkan aturan yang sudah ada, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012.
Sebagai informasi, PP Nomor 109 Tahun 2021 mengatur tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Sebab, menurutnya, hal tersebut jauh lebih baik ketimbang membuat aturan baru, tetapi justru berpotensi bertentangan dengan substansi Undang-Undang (UU) di atasnya, yakni UU Kesehatan.
Adapun menurut Adik, terdapat sejumlah aturan pelarangan dalam draf RPP yang perlu dikaji ulang, seperti larangan penjualan rokok secara eceran, larangan iklan produk tembakau di tempat penjualan, ruang publik, dan internet, serta dorongan bagi petani untuk alih tanam.
Baca juga: Asosiasi Ritel: Pasal-pasal Tembakau di RPP Kesehatan Bisa Matikan Pedagang Kecil
Adik mengingatkan bahwa UU Kesehatan tidak menempatkan produk tembakau sebagai komoditas terlarang. Selain itu, UU yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Juli 2023 itu juga tidak melarang penjualan ataupun promosi produk tembakau.
"Kalau melihat draft RPP (Kesehatan) yang ada, produk tembakau seolah jadi barang terlarang. Di sinilah pemerintah perlu menelaah lagi dengan lebih hati-hati," ujarnya seperti dikutip dari Kompas.TV, Jumat (29/9/2023).
Adik melanjutkan, di luar permasalahan kesehatan, pemerintah memiliki kepentingan besar menjaga ekosistem pertembakauan dan IHT. Pasalnya, bisnis pertembakauan dari hulu ke hilir beserta efek bergandanya telah menjadi tempat bergantung jutaan masyarakat Indonesia.
“Akan tetapi, yang didapat teman-teman di ekosistem pertembakauan dan IHT justru tekanan yang terus datang bertubi-tubi, terutama dari pemerintah. Itu realitas di lapangan,” ucap Adik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.