Pertimbangan pertama, jenis jasa hiburan tersebut dinilai termasuk sebagai kemewahan. Kedua, pembedaan dilakukan dengan tujuan untuk melakukan pengendalian.
Dengan melihat pertimbangan-pertimbangan tersebut, penyesuaian batas tarif pajak hiburan tidak semata-mata hanya untuk mendongkrak pendapatan daerah. Terdapat aspek pembatasan yang dipertimbangkan oleh pemerintah pusat.
Baca juga: Protes Pajak Hiburan Naik, Pengusaha Ajukan Judicial Review ke MK
"Biasanya pengendalian tersebut berkaitan dengan eksternalitas (dampak) negatif dari penyelenggaraan kelima jasa hiburan tersebut," tutur Prianto.
"Jadi, bahwa menaikkan tarif pajak tersebut diharapkan dapat memengaruhi perilaku konsumen untuk mengonsumsi jenis jasa hiburat tertentu tersebut," sambungnya.
Sebagai informasi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan, tidak semua jenis pajak hiburan mengalami kenaikan.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Lydia Kurniawati mengatakan, jasa kesenian dan hiburan saat ini mencakup banyak jenis kegiatan.
Baca juga: Kenaikan Pajak Hiburan Tuai Protes, Luhut Minta Ditunda
Berdasarkan ketentuan UU HKPD, yang dimaksud jasa kesenian dan hiburan mencakup tontonan film, pergelaran kesenian, kontes kecantikan, kontes binaraga, pameran, pertunjukan sirkus, pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor, permainan ketangkasan, olahraga permainan, rekreasi wahana, panti pijat dan refleksi, serta diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
Dari 12 jenis kegiatan tersebut, kegiatan yang tarif pajak hiburan atau pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) diatur menjadi 40 sampai 75 persen hanya kegiatan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Sementara itu, 11 kegiatan lainnya dikenakan pajak hiburan paling tinggi sebesar 10 persen.
"Secara umum, tarif PBJT jasa kesenian dan hiburan ini secara umum ditetapkan paling tinggi 10 persen," kata Lydia dalam media briefing, di Jakarta, Selasa (16/1/2024).