"Jangan karena ada satu orang naik kereta pada jam itu, kita bilang sepi, enggak bisa. Coba naik pesawat pas hari-hari atau jam-jam lagi sepi, berarti 'wah ini pesawat kosong'," imbuhnya.
Menurutnya, dalam upaya memaksimalkan tingkat keterisian tempat duduk atau okupansi Whoosh, Arya bilang akan diterapkan skema tarif dinamis (dynamic pricing) untuk kelas premium economy mulai keberangkatan 3 Februari 2024.
Baca juga: Ada Kereta Cepat, KAI Bakal Utak-atik Rute Stasiun Argo Parahyangan?
Skema ini sama seperti yang diterapkan pada tarif tiket pesawat. Lewat skema ini memungkinkan harga tiket Kereta Cepat Whoosh menjadi lebih murah di jam-jam keberangkatan tertentu, sebab harga tiket kereta menjadi berbeda-beda dalam satu hari.
"Kan kita liat, kalau lagi puncak-puncaknya banyak peminat, lagi sepi ya kurang (peminat), yasudah kita (buat) dinamis," ucapnya.
Sebelumnya, General Manager Corporate Secretary PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Eva Chairunisa mengatakan, okupansi Whoosh memang tidak selalu di angka 100 persen. Saat ini, tingkat okupansi Whoosh diklaim masih di atas 50 persen yaitu sekitar 60 sampai 70 persen di hari kerja.
Terkait pengurangan jadwal KA Argo Parahyangan untuk mendukung okupansi Whoosh, Eva menyebut, penumpang kereta cepat pada dasarnya merupakan masyarakat yang beralih dari sebelumnya pengguna kendaraan pribadi.
Baca juga: Ada Kereta Cepat Whoosh, Dirut KAI Pastikan KA Argo Parahyangan Tetap Beroperasi
Ini sesuai dengan target KCIC yang ingin memindahkan masyarakat yang masih menggunakan kendaraan pribadi ke tansportasi publik.
"Melalui survei random penumpang Whoosh di Stasiun Halim 48 persen itu merupakan penumpang yang sebelumnya menggunakan kendaraan pribadi," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (29/1/2024).