Adapun kelima pasal tersebut yaitu, Pasal 28 D Ayat 1 tentang kepastian hukum yang adil, Pasal 28 I Ayat 2 tentang larangan untuk tidak dilakukan tindakan diskriminatif, Pasal 28 G Ayat 1 tentang perlindungan terhadap harta di bawah kekuasaannya.
Baca juga: Mengurai Polemik Kenaikan Pajak Hiburan
Kemudian Pasal 28 H Ayat 1 tentang pelayanan kesehatan dan Pasal 27 Ayat 2 hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
"Mengapa kita menguji Pasal 58 Ayat 2? Karena ada perlakuan berbeda yang bersifat diskriminatif. Pertama, karena ada (Pajak) yang diturunkan tapi mengapa lima jenis ini dinaikkan?," kata Joni
Joni mengatakan, kenaikan pajak hiburan yang terlalu tinggi tersebut tidak ditemukan rujukannya di dalam naskah akademis.
Lebih lanjut, ia mengatakan, perlakuan berbeda terhadap lima jasa hiburan yang dikelompokkan bersifat mewah dan perlu dikendalikan tidak bisa diterima melalui logika dan rasio hukum.
"Karena itu, klasifikasi ini tepatnya reklasifikasi dari undang-undang sebelumnya ke undang-undang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah itu diskriminatif kemudian bertentangan dengan naskah akademisnya sendiri," ucap dia.
Baca juga: Pelaku Usaha Ajukan Judicial Review Pajak Hiburan, Mendagri: Enggak Apa-apa...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.