Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebab Beras Langka di Toko Ritel Versi Asosiasi dan Pemerintah

Kompas.com - 13/02/2024, 16:06 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kelangkaan beras premium di beberapa toko ritel menjadi sorotan masyarakat menjelang hari pemungutan suara Pemilu pada 14 Februari 2024.

Asosiasi Peritel dan pemerintah buka suara terkait penyebab kelangkaan beras premium di momentum Pemilu 2024. Berikut poin-poinnya. 

1. Harga beras terlalu tinggi dari HET

Ketua Umum Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (10/2/2024) mengungkapkan, kelangkaan beras terjadi lantaran ada sebagian pengusaha ritel memilih untuk berhenti memesan beras dari produsen beras.

Baca juga: Bulog Gelontorkan 220 Ton Beras SPHP ke Toko Ritel Modern

Tanto, seorang pedagang beras di Pasar Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (13/2/2024).KOMPAS.COM/AFDHALUL IKHSAN Tanto, seorang pedagang beras di Pasar Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (13/2/2024).

Pasalnya, harga beras yang semakin tinggi jauh di atas harga eceren tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

Ia menyebutkan, harga beras premium saja sudah dibanderol Rp 16.000, sedangkan HET beras premium Rp 13.900. Belum lagi di sisi lain, para produsen beras mengeluhkan stok beras yang diolah mulai berkurang.

“Sudah sepekan ini beras itu berangsur kurang. Kemudian kita purchasing order (PO) atau kita pesan ke produsen, eh malah harganya tinggi,” ujar Roy saat dihubungi, Sabtu.

“Sementara kalau peritel membeli harga tinggi dan harus melepas sesuai HET ke konsumen, peritel rugi kan, siapa yang mau nombok. Jadi memang ada yang memilih untuk menyetop pembelian atau pemesan beras dari produsen beras sehingga suplai di ritel memang sedikit atau kosong,” sambungnya.

Baca juga: Bos Bulog: yang Bisa Bikin Harga Beras Turun adalah Produksi dalam Negeri

Roy mulai khawatir kasus kelangkaan dan mahalnya minyak goreng seperti tahun-tahun lalu akan berulang terjadi pada komoditas beras.

Oleh sebab itu, pengusaha ritel meminta agar pemerintah bisa mencabut ataupun merelaksasi HET untuk sementara waktu.

Ilustrasi beras. PEXELS/MART PRODUCTIONS Ilustrasi beras.
“Kalau HET ini tidak dicabut, tentu ritel enggak akan mau membeli lagi dari produsen karena enggak mau rugi. Nah, kalau beras di ritel kosong, tentu harga beras di pasaran tinggi kan bisa malah sampai tiga kali lipat, yang artinya ada kemungkinan juga bisa membuat panic buying hingga kelangkaan,” ucap dia.

Secara terpisah, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi memastikan meski harga beras masih tinggi, pemerintah masih belum berencana merevisi atau mencabut harga acuan tertinggi (HET) beras.

Baca juga: Pemerintah Beberkan Penyebab Melambungnya Harga Beras

Menurut dia, penyebab permasalahan harga beras tinggi terletak pada minimnya produksi beras. Sementara HET digunakan sebagai instrumen pengontrol harga beras di masyarakat.

“Kalau HET diubah, padahal ini terletak pada produksi yang minim hingga Maret nanti, akan membuat impact yang lebih besar dan HET itu sebagai kontrol kita. Sehingga kalau direvisi enggak tepat sekarang,” ujar Arief saat ditemui media di Pusat Induk Beras Cipinang, Jakarta, Senin (12/2/2024).

2. Pemerintah bantah kelangkaan beras akibat bansos beras

Arief mengatakan, bantuan pangan beras yang disalurkan pemerintah tidak ada kaitannya dengan kelangkaan dan naiknya harga beras yang terjadi saat ini.

Ia mengatakan, bantuan pangan tersebut merupakan bukti negara hadir pada masyarakat yang membutuhkan.

Baca juga: Pemerintah Bantah Bansos Pangan Sebabkan Beras Langka dan Mahal

"Kalau bansos itu enggak ada kaitannya sama harga, tapi ini memang negara hadir. (Bantuan pangan) itu bukan bansos, tapi bantuan pangan, saya koreksi ya," ujarnya.

Adapun bantuan pangan beras merupakan program pemerintah berupa penyaluran beras, bersumber dari stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) di gudang Bulog.

Program ini adalah salah satu pemanfaatan CBP sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah.

Ilustrasi beras. SHUTTERSTOCK/JADED ART Ilustrasi beras.

Untuk menghormati proses Pemilu, kata Arief, pemerintah akan menyetop sementara penyaluran bantuan pangan beras selama 8 hingga 14 Februari 2024.

Baca juga: H-1 Pencoblosan Pemilu, Harga Beras Premium, Cabai, Telur, Bawang Merah Naik

"Bantuan pangan beras pemerintah itu memang ditiadakan selama 8-14 Februari untuk penghormatan kepada Pemilu yang dijalankan saat ini. Kalau bansos pangan itu tidak mempengaruhi itu (harga beras di pasar)," jelasnya.

3. Musim tanam dan panen mundur

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) mengatakan, beras langka dan mahal disebabkan oleh musim tanam dan panen yang mundur, sehingga pasokan beras terganggu dan harganya turut terkerek.

"Jadi kenaikan harga beras sejauh informasi yang saya terima itu dipengaruhi oleh mundurnya musim tanam," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, dan Persidangan Haryo Limanseto kepada Kompas.com, Selasa (13/2/2024).

Haryo juga menyebutkan, pada periode Januari hingga Maret 2024 produksi beras diproyeksi mencapai sekitar 5,8 juta ton, turun 37 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu.

Baca juga: Bayang-bayang Meningkatnya Inflasi gara-gara Kenaikan Harga Beras

"(Penurunan) ini karena mundurnya musim tanam," ucap dia.

Adapun untuk mengatasi kelangkaan itu, Presiden Jokowi sudah memerintahkan jajarannya untuk membanjiri pasar dengan stok beras Bulog.

Bapanas bersama Menteri BUMN Erick Thohir dan Dirut Bulog pun memastikan bongkar muat beras dari pelabuhan langsung terdistribusi ke Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com