Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Buka Peluang Investasi Sektor Penangkapan dan Penyimpanan Karbon

Kompas.com - 01/03/2024, 15:26 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI (Kemenko Marves) mengatakan, Indonesia berpeluang menjadi pemain besar dalam Teknologi Penyimpanan Karbon atau Carbon Capture and Storage (CCS).

Pasalnya, potensi penyimpanan karbon di Indonesia sangat besar sehingga berpeluang menarik banyak investor untuk menanamkan modal di sektor CCS.

"Berdasarkan studi Lemigas mencapai sekitar 600 Gigaton, kita bayangkan saja, untuk emisi Indonesia per tahun tidak sampai 1 juta gigaton. Makanya kita buka peluang membuka CCS crossborder, terutama dari negar-negara yang sudah mempunyai stake and carrot terkait karbon, carbon tax (pajak karbon)," kata Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves Jodi Mahardi di kantor Kemenko Marves, Jakarta, Jumat (1/3/2024).

Baca juga: Praktik Carbon Capture and Storage Tak Bisa Diburu-buru, Bangun Kesadaran akan Energi Hijau Dulu

Ilustrasi pajak karbon atau carbon tax.SHUTTERSTOCK/WITSARUT SAKORN Ilustrasi pajak karbon atau carbon tax.

Jodi mengatakan, ada beberapa wilayah potensial yang akan dikembangkan yaitu CCS Site Sunda Asri dan Tangguh LNG.

Ia mengatakan, CCS Site Sunda Asri akan dikerjakan Pertamina dan Exxon. Sementara itu, Tangguh LNG akan dikelola oleh BP Global.

"Kemarin Exxon, saya melakukan penandatanganan MoU dengan Exxon, mereka akan melakukan investasi advance petrochemical untuk memproduksi advanced plastic itu mereka sedang mencari lokasi di daerah sekitar Cilegon, berdekatan dengan site CCS mereka di Sunda Asri," ujarnya.

Lebih lanjut, Jodi mengatakan, pemerintah sudah melihat beberapa negara yang menjadi pasar potensial untuk CCS yaitu Malaysia, Singapura, Jepang, dan Korea Selatan.

Baca juga: Andalkan Carbon Storage, Indonesia Berpotensi Simpan Emisi Nasional hingga 482 Tahun

"Mereka (Singapura, Jepang, dan Korea Selatan) mencari peluang untuk melakukan cross border. Tentunya kita akan menerapkan the highest safety standard, seperti Pertamina, Exxon, dan BP kan sudah melakukan CCS puluhan tahun," ucap dia.

Ilustrasi penerapan teknologi Carbon Capture and Storage.DOK. Shutterstock/Sutthiphong Chandaeng Ilustrasi penerapan teknologi Carbon Capture and Storage.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2024 yang mengatur implementasi penangkap dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS) di Indonesia.

Dalam Perpres tersebut, pemerintah memberikan landasan hukum untuk kegiatan penangkap, transportasi, dan penyimpanan karbon di Indonesia.

Perpres Nomor 14 Tahun 2024 menyebutkan, aturan ini dimaksudkan untuk memenuhi target iklim dalam Nationally Determined Contribution (NDC) dan mencapai netralitas karbon atau net zero emission (NZE).

Baca juga: Luhut Targetkan RI Bisa jadi Hub Regional Penangkapan dan Penyimpanan Carbon

"Teknologi penangkap dan penyimpanan karbon memiliki peranan penting dalam mereduksi emisi karbon pada kegiatan penghasil emisi," demikian bunyi Perpres yang ditandatangani Jokowi pada 30 Januari 2024 tersebut.

Perpres tersebut juga mengatur izin eksplorasi dan izin operasi penerapan teknologi CCS. Teknologi CCS dimaksudkan untuk menangkap emisi karbon agar tak lepas ke atmosfer dan menyimpannya zona target injeksi (ZTI).

ZTI terletak di bawah tanah yang mencakup lapisan zona penyimpanan, lapisan zona penyangga, lapisan zona kedap, dan perangkap geologi.

Regulasi tersebut turut mengatur penerapan dan pengembangan CCS di luar wilayah kerja minyak dan gas bumi (migas).

Baca juga: PGE Catat Pendapatan Baru dari Carbon Credit Senilai Rp 11,2 Miliar

Selain itu, Perpres Nomor 14 Tahun 2024 juga mengatur mekanisme transportasi atau pengangkutan karbon lintas negara. Perpres itu juga menyebutkan, Indonesia memiliki potensi besar sebagai wilayah penyimpanan karbon dan berpotensi menjadi lokasi penangkapan di tingkat nasional dan regional.

"Sehingga meningkatkan daya tarik investasi dan menciptakan nilai ekonomi dari proses bisnis penangkapan, pengangkutan, dan penyimpanan karbon," tulis beleid itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com