Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Denon Prawiraatmadja
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perhubungan

Belajar Mengembangkan Industri Aviasi dari Negeri China

Kompas.com - 15/03/2024, 05:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pada awal-awal kemerdekaan, para teknisi Indonesia juga dapat memperbaiki dan menerbangkan kembali pesawat eks Jepang dan Belanda yang sudah menjadi rongsokan akibat perang.

Kita mengenal tokoh seperti Nurtanio, Wiweko Supono, BJ. Habibie dan lainnya yang menjadi cikal-bakal industri pembuatan pesawat Indonesia.

Melalui IPTN (cikal bakal PTDI) dan lembaga lainnya, kita sudah bisa membuat pesawat, baik masih berupa prototype maupun yang layak terbang seperti N250 dan N219. Atau pesawat hasil kerja sama dengan pabrikan lain seperti CN 235, Cassa 212 dan lainnya.

Tidak ada negara ASEAN yang mampu membuat pesawat. Di tingkat Asia, Indonesia menjadi pelopor industri ini dan sudah diakui dunia.

Namun sayangnya industri kedirgantaraan, termasuk di dalamnya industri pembuatan dan perakitan pesawat Indonesia seperti jalan di tempat. Saat ini hidup segan, mati tak mau. Begitu kata banyak orang.

Kebijakan komprehensif

Saya berandai-andai, bagaimana kalau kita belajar dari China dalam mengembangkan industri aviasinya?

Tentu kita juga bisa belajar dari Boeing atau Airbus yang sudah lebih dulu eksis. Namun tidak ada salahnya kita juga belajar dari COMAC yang saat ini sedang berkembang pesat.

Sudah saatnya kita memajukan industri penerbangan dalam negeri dengan mengembangkan kekuatan sendiri, seperti era terdahulu.

Apalagi transportasi udara sangat dibutuhkan Indonesia yang wilayahnya berbentuk kepulauan. Industri penerbangan sangat strategis dan harus kita miliki dan kembangkan.

Hal utama yang harus dilakukan adalah membuat kebijakan komprehensif, melibatkan semua pihak, baik pemerintah maupun dari sektor swasta, untuk memajukan industri penerbangan dalam negeri.

Contohnya adalah kebijakan penggunaan pesawat produk dalam negeri untuk transportasi domestik. Seperti di China, pesawat ARJ-21 dan C919 banyak dipakai oleh maskapai dalam negerinya sebelum kemudian dijual ke maskapai luar negeri.

Kita juga bisa menirunya dengan menggunakan pesawat N219, CN235 atau N212 produk PTDI untuk penerbangan komersial atau perintis di dalam negeri.

Terutama untuk bandara-bandara yang saat ini belum ada penerbangan seperti Tasikmalaya, Ngloram, Purbalingga, Jember dan bandara-bandara lain yang tersebar di pelosok Nusantara.

Pesawat N219 atau CN235 kapasitasnya lebih kecil sehingga lebih mudah untuk memenuhi kuota jumlah penumpangnya. Dengan demikian, bandara akan dapat beroperasi dan memberi manfaat bagi daerah sekitarnya.

Untuk itu proses sertifikasi pesawat N219 harus dipercepat agar bisa segera dipasarkan di dalam negeri. Dipercepat bukan berarti mengabaikan sisi keselamatan penerbangan, karena keselamatan adalah mutlak dalam operasional penerbangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com