Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Angga Hermanda
Wiraswasta

Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (IKA Faperta Untirta)

"Food Estate" dan "Contract Farming" Jauh dari Kedaulatan Pangan

Kompas.com - 19/03/2024, 15:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pada era Presiden Soeharto, proyek serupa dinamakan rice estate. Kemudian dihidupkan kembali oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan kini digaungkan kembali Presiden Joko Widodo di periode kedua.

Food estate kali ini ditandai dengan pidato kenegaraan Presiden dalam sidang tahunan MPR-RI tanggal 14 Agustus 2020.

Presiden Jokowi mengatakan, dalam menangkal krisis pangan akibat pandemi dan berbagai tantangan global, pemerintah merencanakan food estate atau proyek memproduksi pangan skala luas yang dilakukan oleh negara dengan bantuan korporasi.

Jauh sebelum istilah food estate, sebenarnya ide dasar sudah lama diterapkan pada masa kolonial Belanda dengan nama plantations estate atau perkebunan skala luas.

Plantation estate diintrodusir di Indonesia mengakhiri model pertanian tanam paksa, dan menggantinya sejalan dengan semangat liberalisasi di Eropa dengan membuka ruang bagi perusahaan/korporasi swasta untuk berinvestasi di sektor pertanian/perkebunan.

Untuk mendukung rencana tersebut, maka disahkan UU Agraria 1870 (Agrarische Wet 1870). Sejak itu perusahaan dari eropa ramai-ramai berinvestiasi ke sektor perkebunan untuk ditanami tebu, cengkeh, kopi, karet, dan akhirnya tanaman sawit, sesuai kehendak pasar global sekarang ini.

Oleh karena itu, Pemerintah seharusnya mengkaji lebih dalam penyebab kegagalan proyek-proyek food estate sebelumnya di Ketapang, MIFEE Papua, dan Bulungan. Sebab food estate yang kini digagas tersorot bagai mengulang kegagalan yang sama.

Apalagi secara praktik food estate tidak banyak berubah, sehingga bentuk masalah yang dihadapi masih sama. Mulai dari perumusan kebijakan yang bersifat top-down, problem ketenagakerjaan, mekanisasi pertanian yang tidak tepat, dan pola ‘kemitraan’ korporasi-petani yang tidak ideal.

Kemudian pola jangka waktu yang singkat, sampai jenis tanaman yang belum dikuasai petani, dan ada perbedaan praktik pertanian yang dilakukan masyarakat lokal.

Kedaulatan pangan

Oleh karena itu, contract farming dan food estate sesungguhnya menjauhkan kebijakan pangan di Indonesia dari prinsip-prinsip kedaulatan pangan.

Permasalahan laten pangan semacam produksi, produktivitas, harga, dan impor selalu rutin hadir setiap tahun.

Padahal dibanding korporasi, keluarga petani telah terbukti lebih sanggup memproduksi pangan untuk sebagian besar penduduk dunia, sebagaimana FAO yang mempercayainya dengan menetapkan tahun 2019-2028 sebagai Dekade Pertanian Keluarga.

Secara konseptual, ‘kedaulatan pangan’ merupakan konsep yang menitikberatkan pada hak setiap negara dan rakyat untuk menentukan pangan secara mandiri, meliputi alat dan sistem produksi serta pemasaran di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan untuk menghasilkan pangan tanpa tergantung dari kekuatan pasar internasional.

Berbeda dengan 'ketahanan pangan' yang menjadi paradigma dibalik contract farming dan food estate.

Ketahanan pangan memiliki prinsip: ketersediaan; kecukupan; dan keterjangkauan. Prinsip tersebut merupakan konsepsi liberal yang hendak mengakomodasi kepentingan dari globalisasi ekonomi, setelah WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) terbentuk pada tahun 1995.

Sementara dalam kedaulatan pangan, permasalahan pangan tidak disederhanakan hanya persoalan produksi dan tata kelola niaga semata.

Melainkan juga menitikberatkan hal-hal fundamental lainnya mencakup pengakuan, pemenuhan, dan penghormatan terhadap hak asasi petani (tanah, benih, situasi keamanan, kesejahteraan, dan lainnya).

Hal ini dilihat sangat relevan dengan kondisi pertanian di Indonesia yang cukup kompleks, dan membutuhkan perbaikan secara komprehensif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com