Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dorong Dekarbonisasi Industri Besi dan Baja, Indonesia Butuh Peta Jalan

Kompas.com - 21/03/2024, 13:14 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai perlunya peta jalan dalam mendorong dekarbonisasi pada industri besi dan baja. Sebab, peningkatan konsumsi besi dan baja berkontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca.

Data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menunjukkan secara nasional pada 2022, konsumsi baja rata-rata mencapai 15,62 juta ton per tahun. Dari sisi ekspor, industri besi dan baja mengalami tren peningkatan dari 7,9 miliar dollar AS di 2019 menjadi 28,5 miliar dollar AS di 2022.

Studi IESR sendiri mencatat industri besi dan baja bertanggung jawab terhadap 4,9 persen dari total emisi industri yang mencapai setara 430 juta ton karbon dioksida pada 2022, atau berkisar setara 20-30 juta ton karbon dioksida per tahun.

Baca juga: Krakatau Posco Bantu Kembangkan SDM Unggul Industri Baja

"IESR mendorong pemerintah dan pelaku industri besi dan baja untuk melakukan upaya pengurangan emisi demi mencapai usaha yang lebih hijau dan yang berkelanjutan," ujar Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa, dalam acara Webinar Mempercepat Transformasi Industri Baja di Indonesia dan Asia Tenggara dikutip Kamis (21/3/2024).

Menurut dia, upaya dekarbonisasi sektor industri besi dan baja perlu dilakukan dengan mengatasi perpindahan teknologi proses produksi besi dan baja.

Saat ini, 80 persen produksi besi dan baja di Indonesia masih diproduksi dengan teknologi tanur tinggi atau blast furnace. Bahan bakarnya masih didominasi dengan penggunaan batu bara dan kokas, bahan karbon padat yang berasal dari distilasi batu bara rendah abu dan rendah sulfur.

Artinya, semakin banyaknya rasio penggunaan teknologi blast furnace dalam produksi besi dan baja nasional, maka upaya penurunan emisi di industri besi dan baja di Indonesia akan menjadi lebih sulit di tahun berikutnya.

"Untuk itu, dekarbonisasi industri baja menjadi krusial dilakukan gunak memastikan rantai pasok teknologi menjadi rendah karbon melalui  peningkatan efisiensi energi yang dapat dilakukan dengan beralih ke teknologi ramah lingkungan, penggunaan energi terbarukan serta optimalisasi dari penggunaan baja daur ulang (scrap)," papar Fabby.

Baca juga: Proyeksi Industri Baja Domestik di Tengah Pelemahan Ekonomi China

Senior Analis IESR Farid Wijaya menambahkan, ada sejumlah rekomendasi dari hasil studi IESR untuk mendorong dekarbonisasi industri di Indonesia.

Pertama, penyelesaian peta jalan dekarbonisasi industri oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pada akhir tahun 2024 atau lebih cepat.

Kedua, memperkuat pelaporan dan pengumpulan data mengenai implementasi Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 2 Tahun 2019 mengenai tata cara penyampaian data industri melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS).

Serta memastikan keterbukaan laporan keberlanjutan industri untuk transparansi dan akses informasi, terutama pelaporan penggunaan energi dan bahan baku  serta limbah yang dihasilkan.

Ketiga, menyusun patokan (benchmarking) proses produksi industri hijau serta memperluas cakupan dan nilai batas standar industri hijau (SIH) dari yang awalnya bersifat sukarela (voluntary) dan mengacu ke best practice lokal, menjadi wajib (mandatory) dan berkesesuaian dengan kebutuhan penurunan emisi di tahun 2060, atau lebih awal.

"Diperlukan adanya peta jalan oleh masing-masing industri dan asosiasi, yang saat ini masih terbatas pada beberapa sektor dan belum menjadi sebuah regulasi yang bisa dijadikan landasan aksi dekarbonisasi untuk pelaku industri dan asosiasi," kata Farid. 

Baca juga: Permintaan dari Sektor Otomotif Naik, Airlangga: Industri Baja dan Besi Tumbuh 10,86 Persen

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com