Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyorot Keberlanjutan Program Gas Murah untuk Industri

Kompas.com - 27/03/2024, 13:41 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Keberlangsungan program gas murah untuk industri atau dikenal Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) saat ini sedang dievaluasi. Selain berpotensi mengakibatkan kerugian keuangan bagi negara, kebijakan yang dinikmati 7 sektor industri ini mengandung ketidakadilan sehingga merugikan sektor lain terutama minyak dan gas (migas).

Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, mengungkapkan terdapat 15 faktor penentu untuk meningkatkan daya saing sebuah industri di dalam negeri.

”Sebanyak 10 di antaranya adalah faktor dari dalam negeri, dan limanya dari eksternal. Ternyata harga gas ini hanya salah satu komponen,” kata Komaidi dalam diskusi virtual ‘Nasib Kelanjutan HGBT, antara Perkuat Daya Saing Industri & Kesehatan APBN’ Rabu (27/3/2024).

Baca juga: Soal Gas Murah buat Industri, Menperin: Selama Perpresnya Masih Ada, Program HGBT Tetap Jalan

Dalam kesempatan itu, Komaidi memertanyakan apakah tepat jika pilihannya adalah menciptakan harga gas murah dengan tujuan menciptakan daya saing dan memerkuat 7 sektor industri penerima manfaat HGBT ini sejak pandemi Covid-19.

”Jadi kalau harga gasnya ditekan serendah mungkin sedangkan 14 variabel lainnya tidak mendapatkan perhatian, jangan-jangan nanti daya saing yang ingin kita tuju itu nanti tidak tercapai,” katanya.

Salah satu tujuan besar dan mulia dari pemerintah berkaitan dengan optimalisasi gas bumi adalah gas bumi sebagai transisi energi dan menuju Net Zero Emission atau Nol Emisi Karbon pada tahun 2060.

Komaidi menyarankan agar pemerintah segera mengkaji ulang program HGBT sebelum terlambat.

”Kalau kemudian industri gasnya tidak berkembang di dalam negeri karena policynya tidak sesuai, nanti ke depan yang dikorbankan banyak ya. Tidak hanya keuangan negara,” jelasnya.

Baca juga: GAPMMI Minta Industri Makanan dan Minuman Masuk Daftar Penerima HGBT

 


Hal senada disampaikan oleh Senior Advisor Indonesia Gas Society (IGS) Salis S Aprilian. Dia mengatakan, dampak buruk HGBT ada di sektor hulu migas. Salah satunya adalah dampak negatif berupa penurunan minat investasi di hulu.

”Jika HGBT terus dipaksakan maka akan mengorbankan pemerintah dari sisi hulunya. Apalagi sekarang kebanyakan sumber gas yang ditemukan itu di remote area dan itu akan berat biaya produksinya,” kata dia.

Dia mengimbau agar pemerintah melakukan evaluasi HGBT karena hanya menguntungkan salah satu pihak sementara pada saat yang sama terdapat pihak lain dirugikan.

”Jadi bagaimana kebijakan ini bisa menstimulasi semua sektor, ini yang harus dapat perhatian. Dari sisi hilir terutama industri penerima migas pun, belum tentu menerima manfaat program HGBT ini sesuai sasaran dan harapan,” jelasnya.

Baca juga: Dukung Subsidi Gas Industri Dilanjutkan, Menperin: Ciptakan Daya Saing

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com