Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adu Cepat RUU Minerba dan Omnibus Law Sektor Pertambangan, Ada Apa?

Kompas.com - 25/02/2020, 16:30 WIB
Rully R. Ramli,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang dilakukan secara bersama-sama dengan RUU Omnibus Law Cipta kerja disebut sebagai bentuk kepentingan satu pihak tertentu.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan Bisman Bhaktiar menyoroti pembahasan RUU Minerba yang masih dilanjutkan oleh DPR.

Sebab, sebelumnya Presiden Joko Widodo telah menyatakan bahwa pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja harus dijadikan prioritas, sehingga seharusnya pembahasan RUU lain yang berhubungan harus ditunda.

"Pada kenyataannya seharusnya jika materinya sudah masuk di RUU Minerba, maka tidak perlu lagi dimasukkan dalam Omnibus Law Cipta Kerja," kata dia di Jakarta, Selasa (25/2/2020).

Baca juga: Pemerintah Bebaskan Royalti Batu Bara di Omnibus Law, Ini Penjelasan Pemerintah

Menurutnya, terdapat kesamaan antara RUU Cipta Kerja dengan RUU Minerba. Hal ini dinilai akan menimbulkan permasalahan tersendiri bagi pasal-pasal yang secara bersamaan diatur dalam kedua RUU tersebut.

"Dalam konteks ini telah terjadi adu cepat dan potensi salip menyalip antara RUU Minerba dengan Omnibus Law Cipta Kerja, hal ini malah justru tidak baik bagi kegiatan usaha pertambangan, pertanyaannya adu cepat ini untuk siapa," tutur dia.

Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia Yusri Usman menduga dorongan pembahasan ini dilakukan oleh para pelaku usaha Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

"Umpan kalau ditarik ke belakang ini patut diduga ada sponsornya 7 pemilik PKP2B generasi pertama," katanya.

Menurutnya, pelaku usaha PKP2B memiliki kepentingan untuk memperpanjang hak kelola tambang mereka. Sebab, berdasarkan data yang ia miliki total produksi batu bara PKP2B sudah mencapai 200 juta ton per tahunnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com