Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Singgung Skema Multitarif PPN, Mau Diadopsi?

Kompas.com - 24/05/2021, 19:12 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menyinggung rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPnBM. Skema multitarif PPN menjadi salah satu yang dipertimbangkan.

"Kita melihat PPN menjadi sangat penting dari sisi keadilan atau jumlah sektor yang harus tidak dikenakan atau dikenakan. Ada multi tarif yang mungkin menggambarkan afirmasi," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI secara virtual, Senin (24/5/2021).

Dia menyebut, skema multitarif PPN mampu menciptakan asas keadilan karena tarif PPN akan lebih murah untuk barang/jasa tertentu, sementara lebih mahal untuk barang mewah.

Baca juga: Banggar DPR Dukung Kenaikan Tarif PPN, Ini Syaratnya

Sementara itu, skema tarif PPN yang diadopsi pemerintah saat ini adalah single tarif sebesar 10 persen. Jika multitarif yang diberlakukan, pemerintah bakal mengenakan tarif PPN yang berbeda untuk barang/jasa.

Kemudian, pihaknya juga bakal menerapkan PPN final (goods and service tax/GST) untuk barang/jasa tertentu.

"Ini membuat PPN relatif comparable dan kompetitif dibanding negara lain. Reformasi di bidang pajak didesain untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan," pungkas Sri Mulyani.

Sebelumnya, skema multitarif sudah disebut oleh Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo. Selain skema multitarif, skema single tarif juga menjadi pertimbangan pemerintah.

Baca juga: Rencana Kenaikan PPN Belum Dibahas Antar-Kementerian

Dengan skema single tarif, pemerintah hanya perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

Undang-undang tersebut telah mengatur tarif PPN berada di kisaran 5-15 persen. Adapun saat ini, PPN yang dipatok negara sebesar 10 persen atas barang/jasa.

Namun jika yang dianut adalah multitarif, maka pemerintah perlu merevisi UU Nomor 46 Tahun 2009 tersebut. Multitarif berarti tarif PPN berdasarkan barang regular dan barang mewah

"Kalau UU pajak yang sekarang menganut paham single (tarif). Apakah nanti akan multiple, apakah single, nanti diskusinya akan diteruskan," ucap Suryo beberapa waktu lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com