Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

The Fed Naikkan Suku Bunga ke Level Tertinggi 16 Tahun, Bagaimana Dampaknya ke Indonesia?

Kompas.com - 04/05/2023, 18:40 WIB
Rully R. Ramli,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank sentral Amerika Serikat (AS) kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin atau 0,25 persen ke kisaran 5 persen hingga 5,25 persen. Tingkat suku bunga acuan ini menjadi yang tertinggi dalam kurun waktu 16 tahun terakhir.

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan, kenaikan tersebut tentu akan berdampak terhadap pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. Namun, saat ini dampak kenaikan suku bunga The Fed dinilai sudah tidak terlalu besar.

"Sejauh ini (dampak) sudah melambat agresivitas pengetatan moneternya seharusnya dampaknya sudah relatif minimum ke pasar uang negara berkembang termasuk Indonesia," ujar dia, kepada Kompas.com, Kamis (4/5/2023).

Baca juga: Harga Emas Dunia Tembus 2.039 Dollar AS Usai The Fed Naikkan Suku Bunga

Kebijakan pengetatan moneter The Fed juga dinilai sudah semakin mendekati puncaknya. Agresivitas kenaikan suku bunga acuan The Fed diproyeksi berhenti dalam waktu dekat.

"Ini tentu mendorong adanya sentimen arus modal ke negara berkembang," katanya.

Sementara itu, Chief Economist Bank Permata Josua Pardede menyebutkan, kenaikan suku bunga acuan The Fed sudah sesuai dengan perkiraan pasar. Berbagai tanda perlambatan ekonomi Negeri Paman Sam telah menjadi sinyal bagi pelaku pasar terhadap arah kebijakan The Fed.

"Fed memberi sinyal bahwa kenaikan suku bunga pada bulan Mei 2023 ini merupakan kenaikan suku bunga yang terakhir dan pelaku pasar memperkirakan Fed akan mempertimbangkan untuk memangkas suku bunga acuannya pada tahun depan," tuturnya.

Dengan melihat sentimen tersebut, kenaikan suku bunga The Fed tidak berpengaruh banyak terhadap pasar keuangan global. Hal ini tercermin dari indeks dollar AS yang bergerak cenderung melemah pasca pengumuman The Fed.

"Sehingga berimplikasi pada penguatan mata uang negara berkembang termasuk rupiah terhadap dollar AS," ujarnya.

Baca juga: The Fed Kembali Naikkan Suku Bunga 25 bps, Tertinggi dalam 16 Tahun

Suku bunga BI sudah memadai

Minimnya dampak tingkat suku bunga acuan The Fed terhadap kurs rupiah, membuat Josua menilai, Bank Indonesia (BI) tidak perlu mengerek suku bunga acuannya. Tingkat suku bunga acuan BI sebesar 5,75 persen saat ini dinilai sudah memadai untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Selain itu, tingkat inflasi yang merupakan salah satu pertimbangan arah kebijakan suku bunga juga terus menunjukan perlambatan. Pada April lalu, tingkat inflasi secara tahunan mencapai 4,33 persen, lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 4,97 persen.

"Maka BI diperkirakan masih akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level 5,75 persen hingga akhir tahun ini," kata Josua.

Senada dengan Josua, Teuku juga menyebutkan, tingkat suku bunga acuan BI saat ini sudah memadai. Oleh karenanya, bank sentral dinilai tidak perlu lagi melakukan penyesuaian suku bunga dalam waktu dekat.

"Saya rasa sejauh ini BI belum perlu merubah suku bunga acuannya karena inflasi dan nilai tukar Indonesia masih relatif terkendali," ucapnya.

Baca juga: Gubernur BI Yakin Inflasi Tahun Ini Dapat Terkendali

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com