Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Meski Manufaktur Menggeliat, Industri Tekstil Alami Kontraksi karena Pasar Domestik Dibanjiri Produk Impor

Kompas.com - 03/07/2023, 17:37 WIB
Inang Sh ,
A P Sari

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengaku bersyukur dengan aktivitas industri manufaktur yang terus menggeliat.

Hal tersebut tercermin dengan meningkatnya capaian Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia dari S&P Global pada Juni 2023 yang menyentuh level 52,5 atau naik signifikan dibandingkan bulan sebelumnya di tingkat 50,3.

“Ini ditandai capaian PMI Manufaktur Indonesia tetap di fase ekspansif hingga 22 bulan berturut-turut atau hampir dua tahun. Artinya, tingkat optimisme dari para pelaku industri kita secara keseluruhan juga meningkat,” ungkapnya di Jakarta, Senin (3/7/2023).

PMI Manufaktur Indonesia pada Juni 2023 sebesar 51,0 mampu melampaui PMI Manufaktur Perserikatan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Malaysia pada 47,7, Myanmar pada 50,4, Filipina pada 50,9, Taiwan pada 44,8, Vietnam pada 46,2, Jepang pada 49,8, China pada 50,5, Korea Selatan pada 47,8, Inggris pada 46,2, dan Prancis pada 45,5.

Agus mengatakan, kenaikan PMI Manufaktur Indonesia pada Juni 2023 sejalan dengan kenaikan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang telah dirilis sebelumnya.

Baca juga: Menperin Sebut Kinerja Industri Manufaktur Melambat di Kuartal I 2023

“IKI pada Juni 2023 mencapai 53,93 atau meningkat 3,03 poin dibandingkan Mei 2023. Angka ini juga merupakan yang paling tinggi sejak IKI dirilis November 2022 lalu,” tuturnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin.

Meski demikian, di tengah kondisi ekspansif sektor manufaktur nasional, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) masih mengalami kontraksi.

Bahkan, industri tekstil menjadi salah satu dari tiga subsektor manufaktur yang mengalami kontraksi pada survei IKI Juni 2023.

“Penyebab industri tekstil masih menderita karena pasar domestik dibanjiri produk impor, terutama yang masuk melalui Pusat Logistik Berikat (PLB),” terangnya.

Agus mengatakan, pihaknya meminta adanya pengawasan ketat atas barang keluar dari PLB yang masuk ke pasar domestik serta marketplace yang juga menjadi pintu masuk produk tekstil impor.

Baca juga: Menperin Targetkan Kontribusi Industri untuk PDB Capai 20 Persen pada 2025

Di sisi lain, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melihat peluang bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dengan adanya tahun ajaran baru sekolah.

Momentum tersebut diyakini dapat mendorong dan membangkitkan industri TPT yang sedang tertekan.

Kebijakan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) diharapkan dapat meningkatkan aktivitas produksi di industri TPT untuk memenuhi permintaan pakaian sekolah negeri dan pakaian pegawai di pemerintah.

Melindungi industri tekstil

Lebih lanjut, Agus mengatakan, industri manufaktur selama ini telah memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional.

“Oleh karena itu, pemerintah bertekad untuk fokus menjalankan kebijakan-kebijakan strategis yang mendukung sektor industri, seperti menjaga ketersediaan bahan baku dan energi, perluasan pasar, pengoptimalan produk dalam negeri, serta substitusi impor,” paparnya.

Baca juga: Industri Tekstil Tertekan, Butuh Dukungan Pemerintah

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com