Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan "Social Commerce" Dinilai Longgar, TikTok Jadi Ancaman UMKM?

Kompas.com - 11/07/2023, 14:15 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mendesak pemerintah untuk mengatur platform social commerce dengan tegas. Menurut dia, platform seperti TikTok Shop saat ini menjadi social commerce yang liar karena berada di ruang kosong regulasi.

“Mau diatur sebagai e-commerce, dia dianggap media sosial. Mau diatur sebagai media sosial tapi dia punya e-commerce,” kata Bhima dalam siaran pers, Rabu (11/7/2023).

Menurut Bhima, social commerce semestinya tetap didefinisikan sebagai pelaku perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) atau sebagai e-commerce yang telah diatur oleh Permendag.

Dengan demikian, aturan-aturan teknisnya menjadi jelas, termasuk mematuhi harga eceran tertinggi (HET) dari beberapa produk yang sudah diatur, khususnya kebutuhan pokok.

Baca juga: Project S TikTok Berpotensi Ancam UMKM, Pemerintah Diminta Antisipasi

Dia menilai, TikTok Shop harus patuh pada aturan perpajakan di Indonesia. Dengan begitu, dari sisi perpajakan, ada level playing field yang sama dengan platform e-commerce sehingga persaingan akan menjadi lebih sehat.

“Sebab, adanya TikTok Shop ini sebetulnya menggerus platform e-commerce yang bayar pajak, sementara model social commerce tidak membayar pajak,” ujar Bhima.

Menurut Bhima, hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai pengawasan dan perlindungan konsumen. Selama ini, pengawasan terhadap produk yang ditawarkan melalui social commerce tidak dilakukan dengan ketat.

Hal itu membuat masyarakat tidak tahu apakah barang asli atau palsu. Hal ini tentu akan meresahkan masyarakat.

“Kalau dibiarkan, platform seperti TikTok Shop ini dikhawatirkan akan menjadi tempat transaksi barang-barang ilegal maupun barang-barang bermasalah karena tidak diregulasi secara ketat layaknya e-commerce,” tutur Bhima.

Baca juga: Syarat dan Cara Daftar Akun TikTok Shop untuk Jualan Online

 


Itu sebabnya, Bhima mendesak pemerintah segera merilis aturan dalam bentuk Permendag maupun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai social commerce, entah dalam peraturan terpisah maupun revisi dari peraturan sebelumnya.

“Jangan sampai social commerce ini dianakemaskan di tengah kekosongan regulasi,” tegas Bhima.

Berdasarkan laporan Momentum Works, pada tahun 2022 konsumen Indonesia menghabiskan 52 milliar dollar AS atau sekitar Rp 777 triliun untuk berbelanja online. Jumlah itu lebih dari setengah belanja online di seluruh Asia Tenggara yang mencapai 99,5 miliar dollar AS atau Rp 1,487 triliun.

Baca juga: Tren Social Commerce Marak, YLKI: Perlu Diatur agar Data Pengguna Aman

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com