Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Henry Nosih Saturwa
Analis Bank Indonesia

Analis Senior di Bank Indonesia

Upaya Antisipasi Ketidakseimbangan Global

Kompas.com - 18/08/2023, 17:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA Juli 2023, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global 2023 diperkirakan hanya 3 persen, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,5 persen.

Perkiraan tersebut merupakan konsekuensi masih adanya potensi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral negara maju yang dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi.

Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia memproyeksikan pada 2023, ekonomi global tumbuh lebih rendah dibandingkan perkiraan IMF.

Mengutip siaran pers Bank Indonesia pada Rapat Dewan Gubernur Juli 2023, “pertumbuhan ekonomi global 2023 diperkirakan tetap sebesar 2,7 persen, namun disertai dengan pergeseran sumber pertumbuhan”.

Hal menarik yang perlu dicermati bersama terkait munculnya gejala global imbalances, yaitu ketidakseimbangan pemulihan ekonomi global sehingga berdampak pada terjadinya pergeseran sumber pertumbuhan ekonomi.

Sebagai contoh, upah kompetitif di Amerika pascapandemi Covid-19 diperkirakan berdampak pada akselerasi pemulihan ekonomi negara tersebut.

Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika mencatat, upah tenaga kerja pada Juli 2023 tercatat 28,96 dollar AS per jam atau meningkat dibandingkan bulan sebelumnya hanya 28,83 dollar AS per jam.

Pemulihan ekonomi Amerika yang sangat cepat telah berdampak pada tingginya permintaan barang dan jasa sehingga menekan rantai pasokan dan memicu inflasi yang meningkat tajam.

Namun sebaliknya, kebijakan lockdown di Tiongkok pada periode pandemi telah berdampak pada keterlambatan penyelesaian pembangunan properti sehingga banyak masyarakat tidak melunasi pembiayaan propertinya.

Sulitnya cash flow telah menyebabkan terjadinya gagal bayar salah satu perusahaan properti besar di Negeri Tirai Bambu yang pada akhirnya memicu penurunan penjualan properti.

Hal ini terkonfirmasi dari data Biro Statistik Nasional China yang mencatat bahwa dalam kurun waktu Januari-Juli 2023, luas bangunan komersial yang dijual turun 5,3 persen. Begitu pula perumahan juga mengalami penurunan 2,8 persen pada periode yang sama.

Potensi dampak rambatan

Ketidakseimbangan pemulihan ekonomi yang terjadi di Amerika dan Tiongkok patut diwaspadai karena dapat memberikan efek rambatan negatif terhadap perekonomian domestik.

Hal ini disebabkan kedua negara tersebut merupakan mitra dagang utama Indonesia.

Ketika perekonomian kedua negara terganggu, maka dapat ditransmisikan melalui jalur perdagangan berupa turunnya permintaan impor komoditas di kedua negara.

Penurunan kinerja ekspor nasional di tengah turunnya harga komoditas unggulan Indonesia di pasar global akan mendorong menipisnya pasokan valas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com