JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatakan kegiatan industri semen di sekitar Jabodetabek tidak menjadi salah satu penyebab polusi udara di Jakarta.
Direktur Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam, Wiwik Pudjiastuti mengatakan, tiga industri semen yang berada di wilayah Jabodetabek sudah terhubung dengan sistem continuous emission monitoring system (CEMS) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Sebenarnya di (industri) semen, hampir sebagian besar sudah punya CEMS yang terkoneksi langsung dengan KLHK, KLHK bisa kontrol emisi yang dikeluarkan," kata Wiwik dalam Media Gathering di Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Senin (28/8/2023).
Baca juga: Kemenperin Bantah Pabrik Kertas di Karawang Setop Operasi karena Picu Polusi Udara
Wiwik mengatakan, industri semen selama ini disebut sebagai salah satu penyumbang polusi udara di Jakarta. Padahal, kata dia, KLHK sudah melakukan pengawasan melalui CEMS.
"Dari situ, kalau semen jadi penyebab (polusi udara), harusnya KLHK sudah tahu duluan," ujarnya.
Lebih lanjut, Wiwik juga mengatakan, pihaknya telah melakukan pendataan dan pemetaan terhadap tiga industri semen di sekitar Jabodetabek.
Baca juga: Imbas Polusi Udara, Menkes Sebut Klaim BPJS Kesehatan Akan Semakin Tinggi
Hasilnya, kata dia, tidak ada emisi berlebih yang dikeluarkan industri semen tersebut.
"Dari hasil monitoring, memang tidak, emisi yang dikeluarkan tidak melebihi batas kecurigaan karena emang sistemnya sudah terbangun," ucap dia.
Sebelumnya diberitakan, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro mengungkap sejumlah penyebab buruknya kualitas udara Jakarta yang belakangan menjadi sorotan.
Baca juga: Tekan Emisi dan Polusi Udara, Menperin Minta PLN Beri Harga Listrik Murah ke Industri
Kata dia, ada banyak faktor yang melatarbelakangi polusi udara Jakarta kian buruk. Termasuk siklus meteorologi dalam tiga bulan terakhir.
"Jadi kalau dari segi siklus, memang bulan Juni, Juli, Agustus itu selalu terjadi peningkatan pencemaran di Jakarta karena dipengaruhi oleh udara dari timur yang kering," kata Sigit dalam konferensi pers di Jakarta Timur, Jumat (11/8/2023).
Selain itu, pembuangan emisi dari transportasi ikut menyumbang permasalahan udara di Jakarta.
Baca juga: Industri Dituding Biang Jadi Kerok Polusi Udara, Menperin Buka Suara
Ini tampak dari hasil kajian yang dilakukan Pemprov DKI bersama sejumlah pemangku kepentingan pada 2020 terkait pemicu polusi udara di Jakarta.
Hasilnya dari bahan bakar, sumber pencemaran batu bara menyumbang emisi 0,42 persen, dari minyak bumi 49 persen, sementara gas sebesar 51 persen.
Sedangkan jika dilihat dari sektornya, maka transportasi menyumbang polusi udara sebesar 44 persen, industri 31 persen, industri energi manufaktur 10 persen, perumahan 14 persen dan komersial 1 persen.
Baca juga: Kurangi Polusi Udara, PLN IP Berupaya Tekan Emisi PLTU Batu Bara
Hasil kajian ini juga menunjukkan ada emisi pencemar berupa Sulfur Dioksida (SO2) dengan total 4.257 ton per tahun, yang mana sumber utamanya adalah sektor industri manufaktur sebesar 61,9 persen.
Penyebab utama tingginya emisi Sulfur Dioksida di industri manufaktur adalah dampak dari penggunaan batu bara.
Pasalnya, penggunaan batu bara di industri manufaktur sebesar 4 persen saja bisa menghasilkan emisi 64 persen dari industri ini.
Memang, kata Sigit, berdasarkan evaluasi secara umum, pengendalian pencemaran udara di Indonesia sudah semakin giat dilakukan. Namun masih banyak pula yang perlu diperbaiki.
Baca juga: Kurangi Polusi Udara, ASN Disarankan Naik Transportasi Publik
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.