Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembatasan "Social Commerce" Bukan Langkah Akhir Cegah "Banjir" Barang Impor

Kompas.com - 28/09/2023, 08:46 WIB
Elsa Catriana,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia kebanjiran akan masuknya produk-produk impor. Hal inilah yang membuat produk UMKM kalah saing sehingga merusak pasar atau penjualan UMKM, khususnya di industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

Kondisi ini tidak lepas dari situasi ekonomi dunia yang pertumbuhannya diprediksi International Monetary Fund (IMF) melambat menjadi 2,9 persen pada 2023.

Bank Indonesia juga memprediksi perlambatan Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat pada 2023 sebesar 0,9 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya.

Hal yang sama juga terjadi pada kawasan Eropa dan negara tujuan ekspor lainnya.

Disinyalir, pasar produk TPT juga mengalami serbuan impor dari China. Negeri Tirai Bambu itu mengalami penumpukan persediaan akibat menurunnya permintaan dari Amerika Serikat dan Eropa, sehingga mulai mencari negara pasar baru untuk menampung hasil produksinya, termasuk Indonesia.

Baca juga: Industri Tekstil di Jabar Terancam Setop Produksi, Imbas Predatory Pricing di Social Commerce

Direktorat Jenderal (DItjen) Bea dan Cukai mengakui adanya fenomena serbuan impor tekstil dan produk tekstil (TPT) ke dalam negeri. Hal ini pun tengah menjadi perhatian utama Ditjen Bea Cukai.

Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Ditjen Bea Cukai Mohammad Aflah Farobi mengatakan, pihaknya juga sudah menerima laporan dari asosiasi pelaku usaha TPT terkait "banjir" barang impor ilegal ke Tanah Air.

Berdasarkan hasil kajian sementara, Aflah bilang, modus masuknya TPT ilegal ke Indonesia bervariasi. Modus yang paling banyak digunakan ialah impor tanpa menggunakan dokumen sah.

"Mereka juga menggunakan false dokumen," ujarnya.

Singkatnya, masuknya produk-produk impor ilegal itu yang menciptakan dumping di pasar Indonesia. Dumping sendiri adalah penjualan barang dari luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri. 

Baca juga: Dibanjiri Barang Impor, Asosiasi Tekstil: Utilitas Industri Hanya 50 Persen, Sangat Memperihatinkan

Hal itu merupakan tugas atau PR pemerintah di sisi hulu, sementara untuk di hilirnya produk-produk impor ilegal itu masuk melalui platform e-commerce dan social commerce.

Oleh karena itu pemerintah sendiri tengah mengundangkan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 yang merupakan Revisi Permendag 50 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik PMSE).

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) mengatakan, dengan diluncurkannya beleid ini bisa melindungi konsumen dan pelaku usaha.

"Permendag ini merupakan amanat Presiden kepada Kemendag untuk melindungi perlindungan terhadap konsumen dan pelaku usaha di dalam negeri," ujar Mendag Zulhas dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (27/9/2023). 

"Selama ini kan perkembangan sistem perdagangan di platform cepat makanya kita atur. Kita mengatur bukan melarang," sambung Zulhas.

Baca juga: Pemerintah Tata Ulang Aturan soal Social Commerce dan E-commerce, Ini 6 Poin Utamanya

 


Ada 6 poin utama yang diatur pemerintah dalam Permendag tersebut. Berikut adalah rinciannya:

1. Social commerce tidak boleh melakukan transaksi langsung, tetapi hanya boleh memfasilitasi promosi barang dan jasa.

2. Penetapan harga minimum sebesar 100 dollar AS per unit untuk barang jadi asal luar negeri yang langsung dijual oleh pedagang ke Indonesia melalui platform e-commerce.

3. Disediakan produk positive list yaitu daftar barang asal luar negeri yang diperbolehkan cross border langsung masuk ke Indonesia melalui platform e-commerce.

4. Menetapkan syarat khusus bagi pedagang luar negeri pada marketplace dalam negeri. Misalnya, produk makanan diwajibkan untuk memiliki sertifikat halal dan produk kecantikan harus memiliki izin edar kosmetik dari Badan POM.

5. Larangan marketplace dan social commerce untuk bertindak sebagai produsen. Itu artinya, e-commerce dilarang untuk menjual produk-produk produksi mereka sendiri.

6. Penguasaan Data oleh PPMSE untuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan penguasaan data.

Baca juga: Pedagang Pasar Tanah Abang Dukung Pemerintah Larang Tiktok Shop untuk Berjualan

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com