Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Penetapan Bunga Pinjol

Kompas.com - 06/10/2023, 15:31 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menjelaskan sejarah biaya pinjaman atau bunga fintech lending saat ini dipatok sebesar 0,4 persen.

Menilik sejarahnya, semula dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 77 Tahun 2016, besaran biaya pinjaman fintech lending belum diatur secara rigid.

Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah memaparkan, saat itu perusahaan pinjol bebas menjual biaya pinjaman yang tinggi.

"Berapa pun bunganya asal ada pembelinya," kata dia dalam konferensi pers, Jumat (6/10/2023).

Baca juga: Asosiasi Fintech Sebut Karyawan Muda Jadi Pengguna Pinjol Terbanyak

Namun begitu, pada praktiknya di lapangan banyak terjadi komplain soal tingginya biaya pinjaman online (pinjol).

Laporan masyarakat itu, dibarengi dengan maraknya fenomena pinjol ilegal.

Dengan begitu, fintech legal yang mengantongi izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepakat untuk mengambil inisiatif membedakan diri dari pinjol ilegal.

Sedikit gambaran, pada waktu itu, pinjol ilegal menarik biaya pinjaman mulai dari 1-3 persen per hari.

Baca juga: Asosiasi Pinjol Tepis Tudingan Kartel Penetapan Bunga Pinjaman

"Lalu kami menetapkan bunga maksimum 0,8 persen per hari," imbuh dia.

Hal itu dilakukan dalam rangka melindungi konsumen dari penetapan biaya pinjaman tinggi dalam pasar bebas yang sama dengan pinjol ilegal.

Seiring berjalannya waktu, bunga tersebut masih dianggap terlalu tinggi. Dengan begitu, AFPI memutuskan untuk menurunkan kembali biaya pinjaman pinjol menjadi 0,4 persen.

Namun begitu, penurunan biaya pinjaman tersebut ternyata membawa dampak pada industri pinjol.

Baca juga: KPPU Selidiki Dugaan Pengaturan Suku Bunga Pinjaman Asosiasi Pinjol

Pengurangan biaya pinjaman tersebut membuat pinjaman dengan ticket size kecil tidak dapat kembali diberikan. Pinjaman yang hilang tersebut berkisar antara Rp 300.000, Rp 500.000, dan Rp 750.000.

"Sekarang tidak bisa dilayani, paling kecil yang kami pinjamkan Rp 1 juta. Jadi segmen kecil itu hilang," imbuh dia.

Pria yang karib disapa Kus itu menjelaskan, dalam sejarahnya industri pinjol memang menyasar segmen masyarakat bawah yang belum mendapatkan layanan perbankan dan perusahaan pembiayaan lainnya.

Baca juga: Pengembang Perumahan Keluhkan Masyarakat Kesulitan Akses KPR Akibat Tunggakan Pinjol

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com