Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kopi Luwak Liberika Prangat Baru Kaltim, Si "Batu Hitam" Berharga Selain Batu Bara...

Kompas.com - 09/11/2023, 16:06 WIB
Aprillia Ika

Penulis

KUTAI KARTANEGARA, KOMPAS.com - Pada 2012, Rindoni (58), warga asal Lamongan yang mengelola lahan karet di Desa Prangat Baru, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim) dibuat terheran-heran saat beberapa orang terlihat sangat bahagia mendapatkan kopi di tumpukan kotoran luwak. Tanpa Rindoni tahu, saat itu harga kopi yang diambil dari kotoran luwak liar sudah berharga Rp 1,2 juta per kilogram.

"Saya tanam kopi dari 1997, kalau ada kotoran luwak ya hanya dibuang. Tapi pada 2012 baru tahu nilai kopi luwak besar, sementara kisaran harga kopi biasa saat itu Rp 6.000 per kilogram," ujar Rindoni atau Doni, saat ditemui media di Kampung Kopi Luwak, Desa Prangat Baru, Rabu (8/11/2023).

Rindoni sendiri menanam kopi jenis Liberika di lahannya kebunnya. Kopi jenis ini dinilai cocok dengan karakter cuaca di Kalimantan. Kopi luwak Liberika sendiri menimbulkan rasa yang unik, sehingga harga jualnya pun kini mencapai Rp 4,2 juta per kg (sudah dikemas).

Baca juga: Impor Kopi Melonjak, Ini Penyebabnya

Sementara kopi Liberika biasa, bisa dijual Rindoni seharga Rp 60.000 per kg karena ada rasa wine dan honey (madu).

Awalnya, Rindoni mengkonsumsi kopi hanya untuk keluarga dan tetangga saja. Kemudian pada 2020, masuklah PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) Daerah Operasi Bagian Utara (DOBU) Bersama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), yang menginisiasi Program Penguatan Ekologi Kampung Kopi Luwak melalui pengembangan Kampung Kopi Luwak Desa Prangat Baru (Kapak Prabu).

"Perkenalannya juga tidak sengaja, karena hari hujan dan ada yang berteduh, kemudian saya sajikan kopi luwak saya, eh tamu saya tertarik. Lalu bilang mau bantu untuk pengembangan pasar," kenang Rindoni.

Baca juga: Sampahku, Energiku...

Rindoni, Ketua Kelompok Tani Kopi Prabu, di Desa Prangat Baru, Kaltim. Ia penerima manfaat CSR PHKT DOBU dan SKK Migas pada pengembangan kopi liberica sejak 2020.KOMPAS.com/APRILLIA IKA Rindoni, Ketua Kelompok Tani Kopi Prabu, di Desa Prangat Baru, Kaltim. Ia penerima manfaat CSR PHKT DOBU dan SKK Migas pada pengembangan kopi liberica sejak 2020.

Kampung Kopi Luwak di Desa Prangat Prabu saat ini satu-satunya di Kalimantan Timur. Lokasinya sekitar 160 km dari Bandara Sepinggan Balikpapan.

Dari 2020 sampai 2023, kata Rindoni, kopi yang dihasilkan masih terbatas karena berasal dari bibit yang ditanam di lahan seluas 2 hektar pada 2020 hingga 1.000 bibit. Padahal, seiring dengan rilisnya yang masif, permintaan Kopi Prabu saat ini cukup besar.

Hingga tahun 2022, Kapak Prabu telah menanam 13.560 bibit kopi Liberika di atas lahan seluas 27 hektar. Selain milik Rindoni, juga ada tanah untuk 34 anggota grup Kopi Prabu lainnya.

“Itu belum termasuk puluhan warga dari dua desa tetangga Prangat Baru yang telah bergabung,” ujar Rindoni.

Sementara untuk kopi luwaknya, produksinya juga sangat terbatas karena mengambil dari kotoran luwak liar. "Pernah mencoba menangkarkan luwak, ternyata hasil kopinya tak seenak dari luwak liar," tutur Rindoni. 

Baca juga: Cerita Petani Kopi Sistem Pagar di Lampung, Panen Meningkat 3 Kali Lipat

Batu hitam berharga...

Ketua Kelompok Tani Kopi Prabu Rindoni saat menyajikan kopi liberika unggulannya di Kampung Kopi Luwak Prangat Baru, Kutai Kartanegara, Kaltim.DOK. SKK Migas Ketua Kelompok Tani Kopi Prabu Rindoni saat menyajikan kopi liberika unggulannya di Kampung Kopi Luwak Prangat Baru, Kutai Kartanegara, Kaltim.

Pada program ini, DOBU PHKT telah memberikan pendampingan dan pelatihandi bidang kopi melalui program Coffee Village. Sejumlah pelatihan telah diberikan, mulai dari tata cara penaburan, penyimpanan buah kopi yang benar, cara panen yang benar, tata cara pengolahan dan penyajian kopi, hingga pembuatan kemasan yang menarik. Kini petani bisa mengelola perkebunan kopi dengan baik.

Sebagai penerima manfaat dari Program Pengembangan Kampung Kopi Luwak, Rhindoni mengakui, kini kopi Luwak Liberika kian dikenal oleh masyarakat luas, bahkan, tak jarang tamu-tamu asing datang ke perkebunannya untuk mendapatkan informasi dan ilmu tentang kopi Luwak jenis Liberica.

“Jenis kopi luwak Liberika ini termasuk langka, sehingga banyak yang penasaran. Bahkan kata orang, ini adalah "batu hitam" berharga kedua setelah batu bara," kata Rindoni, sembari menyajikan kopi Libericanya dengan cara tubruk dan V60, hingga tercium aroma khas Kopi Prabu yang khas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com