BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Marsh Indonesia

Mercer Marsh Benefits: Peningkatan Kesejahteraan Karyawan dan Keberlangsungan Bisnis Bisa Berjalan Beriringan

Kompas.com - 30/11/2023, 19:10 WIB
Aningtias Jatmika,
Aditya Mulyawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Pandemi Covid-19 telah mengubah cara pelaku bisnis dalam memahami isu-isu sosial dalam kerangka environmental, social, and governance (ESG). Isu sosial yang meliputi kesehatan, khususnya, menjadi semakin penting bagi tenaga kerja saat pandemi melanda.

Dalam sebuah wawancara dengan Kompas.com, Mercer Marsh Benefits Country Leader Wulan Gallacher menjelaskan bahwa pandemi Covid- 19 mempertegas kebutuhan tenaga kerja terhadap program kesehatan yang kuat dan berkelanjutan.

“Kebutuhan tenaga kerja terhadap manfaat kesejahteraan mereka, khususnya kesehatan, juga telah mengalami perubahan di tengah berbagai isu pada abad ke-21,” ucap perempuan yang juga menjabat sebagai Managing Director Marsh Indonesia itu.

Untuk diketahui, Mercer Marsh Benefits (MMB) merupakan konsultan employee health and benefits terkait pialang asuransi serta konsultan untuk mengelola biaya, risiko karyawan, dan kompleksitas tunjangan karyawan (employee benefits).

MMB berkomitmen pada prinsip-prinsip ESG serta memainkan peran kunci dalam menghadapi tantangan isu kesehatan dan kesejahteraan pascapandemi. Mercer dan Marsh sendiri merupakan dua bisnis dari Marsh McLennan yang beroperasi di lebih dari 130 negara.

Wulan menjelaskan, berdasarkan survei bertajuk “Health on Demand 2023” yang dilakukan MMB, sebanyak 64 persen karyawan di Indonesia memiliki perhatian (concern) besar terkait pandemi atau krisis kesehatan yang berdampak pada mereka ataupun keluarga.

Survei tersebut melibatkan 17.531 karyawan dari berbagai wilayah sebagai responden mulai dari Amerika Utara (Kanada dan Amerika Serikat), Amerika Latin (Brazil, Kolombia, Meksiko, dan Panama), Eropa (Italia, Belanda, Spanyol, dan Inggris), Timur Tengah (Uni Emirat Arab), hingga Asia (China, Hong Kong, India, Singapura, dan Indonesia).

“Karyawan lebih cenderung berkembang ketika kebutuhan dasar mereka terpenuhi. Namun, survei ini menunjukkan bahwa 20 persen karyawan di Indonesia dengan pendapatan di bawah rata-rata merasa tidak yakin bahwa mereka mampu membayar biaya perawatan kesehatan,” ungkap Wulan.

Gen Z dan perubahan paradigma tunjangan karyawan

Survei Health on Demand 2023 juga membedah perubahan paradigma mengenai cara pandang karyawan dan perusahaan dalam memaknai tunjangan perusahaan. Tunjangan ini tak lagi dilihat sebagai asuransi kesehatan belaka.

Wulan Gallacher saat memaparkan informasi kepada HR Practitioners dan Pemimpin SDM terkait topik diskusi Putting the S in ESG: investing in your workforce health and wellbeing di Surabaya baru-baru ini. Marsh Indonesia Wulan Gallacher saat memaparkan informasi kepada HR Practitioners dan Pemimpin SDM terkait topik diskusi Putting the S in ESG: investing in your workforce health and wellbeing di Surabaya baru-baru ini.

Salah satu pendorong perubahan paradigma itu adalah kehadiran generasi Z (Gen Z) yang lahir antara 1997-2012. Mereka menempati 25 persen dari populasi global dan telah memasuki dunia kerja dengan banyak keterampilan yang dibutuhkan.

“Kalau dari segi employee, bisa dilihat malah Gen Z sekarang sudah pegang level-level yang lumayan tinggi. Mereka memiliki keunikan akan kebutuhan, pengalaman, dan cita-cita. Hal ini membedakan mereka dari generasi-generasi sebelumnya,” jelas Wulan.

Survei tersebut juga mendapati bahwa 73 persen Gen Z merasa diri mereka berkembang dalam perusahaan. Di sisi lain, sekitar 51 persen dari mereka merasa bekerja dengan kondisi mental yang tidak sehat.

Menurut Wulan, saat ini, karyawan Gen Z membutuhkan tunjangan yang tidak hanya berkaitan dengan kesehatan. Tren kebutuhan ini dikenal dengan sebutan flexible benefits.

Selain asuransi kesehatan, lanjut dia, terdapat berbagai benefits yang bisa diberikan perusahaan kepada karyawan sesuai kebutuhan. Sebut saja, tunjangan travelling, yoga, gym, bekerja secara remote, cuti, buku, penitipan anak, dan pengembangan diri.

Wulan menekankan, teknologi juga menjadi bagian penting dalam perubahan paradigma yang diusung Gen Z sebagai digital native. Mereka cenderung membutuhkan akses cepat dan langsung dalam berbagai aspek kehidupan.

“Pada aspek kesehatan, adopsi teknologi hadir lewat layanan telemedisin,” kata Wulan.

Sandwich generation

Survei Health on Demand 2023 juga mendapati fakta menarik lain. Menurut survei itu, sebanyak 83 persen pekerja Indonesia merupakan pengasuh (caregiver) atau sandwich generation. Artinya, mereka merupakan tulang punggung bagi keluarga dan orangtua mreka.

Wulan menilai, perusahaan perlu menyadari kondisi tersebut. Terlebih, sekitar 43 persen karyawan sandwich generation mengaku bekerja dalam kondisi mental kurang sehat.

Kondisi tersebut, kata dia, harus mendorong perusahaan untuk dapat memikirkan benefits khusus bagi mereka. Terlebih, saat ini, sebagian besar perusahaan hanya merancang benefits yang menanggung pasangan dan satu anak karyawan.

Benefits harus dirancang secara kreatif agar bisa memenuhi kebutuhan karyawan yang beragam, termasuk para sandwich generation,” ucap Wulan.

Adapun seluruh aspek kesejahteraan, baik fisik, emosional, sosial, maupun finansial, dari perusahaan memegang peranan penting dalam merancang benefits bagi karyawan.

Menyelaraskan ekonomi dan empati

MMB menilai, aspek ekonomi dan bisnis yang diusung perusahaan tidak melulu harus bertentangan dengan kesejahteraan karyawan. Keduanya justru harus berjalan beriring.

“Data yang kami dapatkan justru menunjukkan bahwa semakin perusahaan memahami kebutuhan karyawan, maka semakin mampu karyawan melakukan perubahan inklusif yang berdampak penting (bagi perusahaan),” tegas Wulan.

Masih menurut survei Health on Demand 2023, sebanyak 87 persen karyawan yang menerima lebih dari 10 benefits dari perusahaan merasa betah dan enggan pindah ke perusahaan lain.

Sebaliknya, sebanyak 66 persen karyawan akan berpikir pindah pekerjaan ketika mereka tidak menerima benefits sama sekali dari perusahaan.

Kemudian, sebanyak 95 persen karyawan yang menerima lebih dari 10 benefits mengaku puas karena perusahaan sangat memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan mereka.

Mercer Marsh Benefits Country Leader dan Marsh Indonesia Managing Director Wulan GallacherMarsh Indonesia Mercer Marsh Benefits Country Leader dan Marsh Indonesia Managing Director Wulan Gallacher

Sementara, tingkat kepuasan karyawan yang tidak menerima benefits hanya 53 persen. Angka kecil ini disebabkan karyawan merasa bahwa perusahaan tidak perhatian terhadap mereka.

“Tren sudah berubah. Dulu, banyak orang berpikir kalau gaji tinggi maka karyawan akan stay. Saat ini, karyawan tidak lagi melihat aspek monetary, tetapi turut mempertimbangkan corporate image. Bagaimana (cara) perusahaan bisa merawat mereka. Sejumlah perusahaan juga mulai menyadari hal ini,” jelas Wulan.

Merancang flexible benefits pelengkap BPJS Kesehatan

Untuk merancang benefits yang inovatif serta bermanfaat besar bagi karyawan sesuai tren dan kebutuhan saat ini, tambah Wulan, perusahaan perlu memetakan penyebab utama stres atau masalah di tempat kerja secara tepat dan proporsional.

Guna memudahkan proses tersebut, perusahaan dapat memanfaatkan layanan yang dihadirkan MMB Indonesia.

Wulan mengatakan, sebagai salah satu pemain besar dalam industri tersebut, MMB Indonesia dapat membantu perusahaan untuk merancang dan menghadirkan flexible benefits sesuai kebutuhan karyawan.

“MMB Indonesia dapat membantu tenaga kerja dan bagian sumber daya manusia (SDM) atau human resources (HR) perusahaan untuk melihat (tunjangan) apa yang sudah atau belum dimiliki (karyawan). Dari situ, kami dapat merancang flexible benefits,” tegas Wulan.

Melalui berbagai tools yang dimiliki, MMB Indonesia juga dapat membantu perusahaan untuk menyelaraskan anggaran perusahaan dalam perancangan benefits bagi karyawan.

Untuk diketahui, layanan holistik yang diberikan MMB Indonesia mencakup berbagai aspek, mulai dari perencanaan dan pemetaan (meliputi survei internal dan kompetitor), perancangan benefits dan asuransi yang sesuai, dukungan layanan dalam implementasi, monitoring dan improvement berkelanjutan, hingga penyusunan laporan.

“Kami berusaha membantu perusahaan dalam melahirkan berbagai inisiatif, baik yang berkaitan dengan kesehatan maupun kesejahteraan bagi karyawan. Semua bukan semata soal profit. Kami pun merasa senang karena saat ini, banyak klien kami sudah menyadari hal itu,” ucap Wulan.

Wulan menilai, akses terhadap layanan kesehatan dan kesehatan mental bukan hanya milik pekerja level atas. Staf level bawah, bahkan pramukantor (office boy), juga membutuhkan layanan kesehatan terbaik.

“Sejalan dengan visi kami, seluruh pekerja dari berbagai level perlu mendapatkan akses kesehatan dan kesejahteraan yang sama,” tegas Wulan.

Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Direksi PT Marsh Indonesia. Baris depan (dari kiri ke kanan) CFO Yosephin Dewi, Presiden Komisaris  Ignasius Jonan, Komisaris Mira Sihhati, dan Managing Director Wulan Gallacher. Berdiri di belakang (dari kiri ke kanan) Komisaris Frans Wiyono, Presiden Direktur Douglas Ure, Managing Director Jason Mandera, dan Komisaris Alan Cheah. (Dok. Marsh Indonesia)Marsh Indonesia Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Direksi PT Marsh Indonesia. Baris depan (dari kiri ke kanan) CFO Yosephin Dewi, Presiden Komisaris Ignasius Jonan, Komisaris Mira Sihhati, dan Managing Director Wulan Gallacher. Berdiri di belakang (dari kiri ke kanan) Komisaris Frans Wiyono, Presiden Direktur Douglas Ure, Managing Director Jason Mandera, dan Komisaris Alan Cheah. (Dok. Marsh Indonesia)

Terkait Jaminan Kesehatan Nasional, MMB melihat upaya pemerintah menghadirkan program JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dengan sistem asuransi adalah langkah luar biasa dalam memberikan akses kesehatan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.

“Saat ini, semua orang Indonesia memiliki akses terhadap kesehatan. Menurut kami, ini sangat luar biasa,” ujar Wulan.

Dalam konteks JKN dan employee benefits atau tunjangan perusahaan ini, lanjut Wulan, MMB melihat asuransi sektor swasta tidak dapat dibandingkan sebagai kompetitor yang saling berhadapan.

“Harapan kami adalah apa yang kami berikan itu melengkapi apa yang ada sudah diberikan oleh pemerintah,” jelasnya.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com