Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sederet Tantangan Pengembangan Industri Petrokimia di Tanah Air

Kompas.com - 29/02/2024, 18:30 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Industri Petrokimia di Indonesia menghadapi beragam tantangan untuk dapat berkembang. Hal tersebut termasuk ketersediaan bahan baku yang masih bergantung pada impor.

Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian Putu Nadi Astuti mengatakan, Indonesia memiliki potensi pengembangan industri petrokimia karena memiliki kekuatan pasar yang besar di dalam negeri.

"Industri petrokimia adalah industri yang padat modal. Jadi nilai investasinya tinggi dan waktu untuk payback period-nya lama. Kemudian teknologi yang digunakan juga teknologi tinggi dan termasuk usaha yang risikonya tinggi," kata dia dalam Media Workshop Hilirisasi Pada Sektor Industri Kimia dan Peran Sektor Infrastruktur, Kamis (29/1/2024).

Baca juga: Jokowi: Pabrik Amonium Nitrat Bontang Dorong Kemandirian Pangan

Ia menambahkan, risiko industri petrokimia yang tinggi dipengaruhi harga komoditas minyak dan gas (migas) dan batu bara yang fluktuatif. Selain itu, industri ini juga menggunakan peralatan proses dengan tekanan dan temperatur tinggi.

Putu menjelaskan, faktor-faktor tersebut menjadikan industri ini tidak memiliki banyak pemain, atau berada di bawah 100 perusahaan. Namun begitu, jumlah yang sedikit tersebut mampu memenuhi bahan baku untuk banyak industri hilirnya.

Lebih lanjut, Putu menerangkan nilai investasi dan risiko yang tinggi membuat industri ini memerlukan kepastian iklim usaha terkait penanaman investasi.

Baca juga: Pabrik Amonium Nitrat Bontang Bisa Kurangi Ketergantungan Impor

"Saat ini kami lihat belum ada instrumen yang dapat memberikan jaminan perkembangan investasi dari sektor industri petrokimia," imbuh dia.

Adapun sumber bahan baku khususnya yang berbasis minyak bumi (crude oil) dan turunannya masih banyak dipenuhi oleh impor. Pasalnya, bahan baku yang berada di dalam negeri lebih diutamakan untuk bahan baku energi.

Industri petrokimia Tanah Air juga perlu bersaing dengan produk petrokimia yang dihasilakan oleh negara yang memiliki sumber bahan baku migas yang besar dan lebih murah seperti negara di Timur Tengah.

Baca juga: Jokowi Resmikan Pabrik Amonium Nitrat untuk Bahan Peledak Senilai Rp 1,2 Triliun

Industri petrokimia lokal juga bersaing dengan negara yang memiliki industri dengan skala yang lebih besar seperti yang dimiliki China.

Tak hanya itu, industri petrokimia di masa depan juga perlu mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk memenuhi target dekarbonisasi yang dicanangkan pemerintah.

Putu membeberkan, industri petrokimia di Indonesia juga dinilai belum terintegrasi secara optimal. Hal tersebut perlu didorong agar industri petrokimia terintegerasi dari hulu atau bahan baku sampai menghasilkan produk kimia hilir.

Baca juga: Petrokimia Gresik Kaji Pembangunan Pabrik Asam Nitrat dan Amonium Nitrat

"Rencana penyusunan plastik treaty dan kebijakan lainnya seperti cukai plastik juga berdampak terhadap pengembangan industri petrokimia nasional," tandas dia.

Sebagai informasi, pada kurung waktu 2022-2023 telah terealisasi investasi di industri petrokimia senilai 300 juta dollar AS yang dilakukan oleh PT Asahimas Chemical dan PT Nippon Shokubai Indonesia.

Produk petrokimia memang sebagian besar telah diproduksi di dalam negeri. Namun begitu, jumlahnya belum mencukupi kebutuhan domestik sehingga perlu diimpor dari berbagai negara yang nilainya lebih dari 9,5 miliar dollar AS pada 2023. Hal ini dikhawatirkan akan terus meningkat di masa mendatang.

Industri petrokimia dan industri logam dan baja kerap dijadikan tolok ukur tingkat kemajuan suatu negara karena merupakan basis bagi industri manufaktur atau pengolahan.

Baca juga: Kurangi Impor, PKT Siap Bangun Pabrik Amonium Nitrat Berkapasitas 75.000 MPTY

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com