JAKARTA, KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, tenaga pendidik atau guru harus mampu memiliki pengetahuan mendasar tentang keuangan. Pendidikan keuangan kepada guru menjadi penting, karena guru dapat menyebarkan pengetahuan kepada anak didiknya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan, tidak semua guru memiliki pengetahuan yang baik tentang produk dan jasa keuangan, termasuk di dalamnya adalah membedakan produk keuangan yang ilegal.
"Guru itu berpendidikan, tetapi belum tentu paham tentang edukasi keuangan," kata dia ketika ditemui usai acara Trining of Trainers bagi Guru Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah dalam Rangka Memperingati Hari Pendidikan Nasional, Senin (20/4/2024).
Baca juga: Soal Aturan Spin Off, OJK Sebut Perbankan Syariah Siapkan Model Bisnis
Ia menambahkan, guru perlu membekali diri dengan prinsip legal dan logis ketika dihadapkan pada suatu penawaran dari jasa keuangan. Pasalnya, tak jarang para pelaku kejahatan keuangan (fraudster) dapat memberikan tawaran menyerupai produk dan jasa dari lembaga keuangan yang resmi. Dalam hal ini, guru dapat mengecek legalitas lembaga jasa keuangan ke OJK.
Selain itu, guru juga dapat menilai apakah sebuah tawaran keuangan yang diterima itu logis dan masuk akal atau tidak. Logis dalam hal ini berarti guru dapat menilai apakah sebuah tawaran tersebut selaras dengan kondisi atau karakter dari produk keuangan tertentu.
"Kadang-kadang karena temannya ikut, logisnya itu beda, bukan logis tingkat return-nya, tapi lebih ke teman saya ikut sudah dapet kok. Padahal mungkin itu skema ponzi," imbuh dia.
Baca juga: Waspada Investasi Bodong, OJK Bagikan Tips untuk Menghindarinya
Lebih lanjut, wanita yang karib disapa Kiki itu bilang, saat ini masih banyak guru yang menjadi korban aktivitas keuangan ilegal. Selain guru, mahasiswa juga menjadi salah satu kalangan yang banyak terjerat aktivitas keuangan ilegal karena banyaknya kebutuhan.
"Literasi digital juga penting, jadi memang harus penuh seperti itu ilmunya. Jadi jangan hanya literasi digital, gampang akses kemana-mana, tetapi tidak terliterasi penuh dari sisi ilmunya sehingga membuka peluang menjadi korban produk jasa keuangan yang tidak tepat," imbuh Kiki.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Guru Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Rachmadi Widdiharto menjelaskan, saat ini kementerian telah berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru.
Baca juga: Akuisisi Bank Nobu oleh Hanwa Life, OJK: Calon Investor Perlu Mendapatkan Persetujuan
"Kementerian dalam hal ini sudah berupaya memperbaiki kesejahteraan guru," imbuh dia.
Ia berharap, ke depan guru dapat memiliki literasi yang lebih baik terkait dengan pengetahuan finansial.
"Mereka (guru) harus bisa lebih bijak, lebih hati-hati, lebih waspada, dan harus lebih bisa memilah memilih, mana yang sebuah kebutuhan atau keinginan," tandas dia.
Berdasarkan riset No Limit Indonesia pada 2021 profesi guru menempati posisi pertama sebagai korban pinjol ilegal dengan persentase sebesar 42 persen. Hal tersebut jauh lebih besar dengan korban PHK menempati posisi kedua sebagai korban pinjol ilegal sebanyak 21 persen.
Kemudian, ibu rumah tangga juga diketahui paling sering terjerat pinjaman online sebanyak 18 persen, karyawan 9 persen, pedagang 4 persen, pelajar 3 persen, tukang pangkas rambut 2 persen, dan ojek online 1 persen.
Baca juga: Daftar Pinjol Resmi Berizin OJK Mei 2024
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.