Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Iran-Israel "Memanas", Subsidi BBM Bisa Membengkak

Sebab konflik yang terjadi di Timur Tengah tersebut bisa mengerek harga minyak mentah yang pada akhirnya berimbas ke harga bahan bakar minyak (BBM).

Tutuka menuturkan, perang Iran dan Israel bisa membuat harga minyak dunia naik sekitar 5-10 dollar AS per barrel dari saat ini yang berada di kisaran level 90 dollar AS per barrel.

Dengan demikian ada potensi harga minyak mentah bisa menyentuh level 100 dollar AS per barrel.

"Jadi kalau menurut kami, memang untuk naik mendekati 100 dollar AS itu kayaknya bisa terjadi," ujar Tutuka saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (16/4/2024).

Ia menjelaskan, kondisi kenaikan harga minyak mentah memang cukup berdampak positif pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP), tapi di sisi lain membuat anggaran subsidi energi menjadi membengkak.

"Jadi lebih besar kenaikan untuk nambah subsidi dibandingkan dengan PNBP," kata dia.

Menurut penghitungan Kementerian ESDM, setiap kenaikan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) sebesar 1 dollar AS per barrel maka berdampak pada kenaikan PNBP sebesar Rp 1,83 triliun.

Namun, kenaikan harga itu menyebabkan peningkatan anggaran subsidi energi sebesar Rp 1,78 triliun, dan kompensasi energi sebesar Rp 5,34 triliun.

Kemudian dengan tren penguatan dollar AS terhadap rupiah saat ini, setiap kenaikan Rp 100 per dollar AS maka berdampak pada peningkatan PNBP sebesar Rp 1,83 triliun.

Namun kenaikan kurs itu berdampak pada peningkatan subsidi energi sekitar Rp 1,19 triliun dan kompensasi energi sebesar Rp 3,89 triliun.

Maka jika ICP menyentuh level 100 dollar AS per barrel dengan asumsi kurs Rp 15.900 per dollar AS, subsidi dan kompensasi BBM diproyeksi naik menjadi Rp 249,86 triliun dari asumsi APBN 2024 yang sebesar Rp 160,91 triliun.

Sementara pada subsidi LPG diperkirakan naik menjadi sebesar Rp 106,28 triliun dari asumsi APBN 2024 yang sebesar Rp 83,27 triliun.

Meski begitu, Tutuka menegaskan, penghitungan itu masih asumsi, dan pemerintah akan terus memantau dampak konflik Iran dan Israel terhadap pasar minyak mentah.

Menurutnya, kalau respons Israel dan sekutunya Amerika Serikat (AS) tidak terlalu signifikan terhadap serangan balasan Iran, maka tren kenaikan harga minyak mentah tidak terus berkelanjutan, melainkan terjadi spike yakni kenaikan harga secara tajam untuk sementara waktu sebelum akhirnya turun kembali.

"Hitungan kita kan selama setahun, kalau itu berkelanjutan selama setahun ya dampaknya bisa seperti itu, tapi kalau ini spike, bisa balik, jadi tidak sebesar itu," jelas Tutuka.

Kendati ada potensi kenaikan harga minyak mentah yang berdampak pada anggaran subsidi energi, ia menyebut, pemerintah belum berencana menaikkan harga BBM. Menurutnya, perlu ada tahapan untuk bisa mengambil kebijakan.

Saat ini pemerintah sendiri masih memutuskan untuk tidak menaikkan harga BBM hingga Juni 2024 mendatang.

"Sampai saat ini belum. Kalau menurut saya, ada step by steb dalam hal kebijakan. Dalam hal preparasi kemungkinan terburuk kita lakukan, tapi kalau dalam hal kebijakan menurut saya, ya jangan cepat-cepat, karena saat ini kami harapkan spike dan tidak perlu direspons segera," tutupnya.

https://money.kompas.com/read/2024/04/16/200000026/iran-israel-memanas-subsidi-bbm-bisa-membengkak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke