Jika Indonesia ingin menjadi negara maju dengan pertumbuhan 7 – 8 persen, pembangunan infrastruktur merupakan hal mutlak yang harus dibangun.
Kita juga mengapresiasi, keinginan pemerintah untuk menurunkan tingkat kemiskinan ke level 9 persen pada akhir 2016 dari 10,3 persen pada tahun 2015.
Juga gini ratio atau rasio kesenjangan pendapatan ke posisi 0,39 persen dari sebelumnya 0,4 persen.
Pemerintah juga terus meningkatkan dana transfer ke daerah dan dana desa, yang menunjukkan komitmen untuk mendorong pemerataan pembangunan ke seluruh penjuru tanah air.
Belanja APBN yang ditransfer ke daerah pada 2016 dialokasikan sebesar 723,2 triliun, hampir sama besar dengan belanja pemerintah pusat yang senilai Rp Rp 784,1 triliun.
Transfer ke daerah tersebut masih ditambah lagi dengan dana desa yang tahun ini mencapai Rp 47 triliun.
Kita senang dengan kesigapan Jokowi meresmikan groundbreaking proyek-proyek infrastruktur hampir setiap minggu.
Tahun ini rencananya akan dibangun ruas jalan tol sepanjang 28,95 km, jalur kereta api sepanjang 142,12 km, bandar udara baru di 15 lokasi, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, Air, Surya, dan Angin masing-masing sebesar 1.712,5 MW, 5.534 MW, 92,1 MW, dan 11,2 MW, pembangunan pelabuhan, waduk, irigasi, dan masih banyak lagi.
Terlebih lagi, pemerintah sangat serius mendorong investasi dan peningkatan daya saing industri secara simultan dan berkesinambungan dengan menerbitkan paket kebijakan ekonomi Jilid I hingga Jilid XII.
"Sand The Wheels"
Namun, kembali lagi ke pertanyaan semula, apakah pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi harus ditempuh dengan menggadaikan hukum.
Presiden Jokowi jangan pernah berasumsi bahwa eli-elit penguasa, penyelenggara negara, dan pejabat di negeri ini, sama seperti dirinya, yang berintegritas, bersih, sederhana, tanpa kepentingan, dan terlepas dari sandera masa lalu.